JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Nur Nadlifah mendukung dikeluarkannya pengaturan komoditi tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan.

Sikap ini sejalan dengan permintaan banyak pihak, terutama yang berkaitan dengan ekosistem pertembakauan nasional, sebagaimana tercermin dalam hasil Halaqoh Nasional yang dilaksanakan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).

"Ya kami mendukung hasil pertemuan (P3M) yang lalu. Kami memang ingin mengarahkan aturan (produk tembakau) ini dikeluarkan dari RPP kesehatan," kata Nadlifah dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/10).

Pemisahan aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan dinilai sangat memungkinkan untuk dilakukan. "Memungkinkan dipisahkan atau dikeluarkan dari RPP Kesehatan. Itu juga yang sedang kami dukung dan upayakan," tambahnya.

Menurut wanita yang juga Anggota Badan Legislasi DPR, hal tersebut memungkinkan sebab dalam RPP Kesehatan memuat banyak larangan bagi produk tembakau tersebut, mengesankan produk tembakau seolah produk terlarang.

Upaya ini mengindikasikan adanya upaya menyetarakan produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika. Padahal, produk tembakau jelas merupakan produk legal yang keberadaannya turut mendorong perekonomian negara. Maka, semestinya isi aturan produk tembakau adalah bukan larangan.

Nur Nadlifah, yang berasal dari fraksi PKB, menyarankan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai leading sector penyusunan RPP Kesehatan harus lebih melibatkan petani, pekerja, dan seluruh elemen masyarakat yang terlibat di industri tembakau dalam menentukan arah yang tepat tanpa harus ada pihak yang dirugikan.

"Serapan tenaga kerja tembakau sangat besar lho dan kita punya sumber dayanya. Itu rasanya juga perlu dipertimbangkan," katanya mengingatkan.

Secara rinci, ada lima poin yang disampaikan kepada pemerintah pasca-kegiatan pertemuan halaqoh (P3M) tersebut. Pertama, pembahasan RPP Kesehatan terkait Pengamanan Zat Adiktif harus melibatkan partisipasi publik secara luas dan berimbang serta mengeluarkan pasal-pasal terkait Pengamanan Zat Adiktif dari draft RPP 2023 serta dibahas secara terpisah.

Kedua, RPP Kesehatan harus mengacu pada prinsip atau kaidah kemaslahatan umat secara umum, yaitu tasharruful imam 'ala al-ra'iyyah manuthun bil mashlahah atau kebijakan negara atau pemerintah harus mengacu pada kemaslahatan.

Ketiga, perumusan RPP harus mengacu pada prinsip-prinsip Pengayoman, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kekeluargaan, Kenusantaraan, Bhineka Tunggal Ika, Keadilan, Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan, Ketertiban Dan Kepastian Hukum, dan/atau Keseimbangan, Keserasian, serta Keselarasan, sebagaimana amanat dalam pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Keempat, Pemerintah bersama pemangku kepentingan merumuskan pasal-pasal alternatif terkait RPP yang non-diskriminatif, lebih berkeadilan, dan berkedaulatan. Kelima, P3M sebagai inisiator Halaqoh Nasional mendorong terbangunnya jejaring aliansi masyarakat sipil, asosiasi, akademisi, serta tokoh agama untuk advokasi kebijakan tembakau di pusat dan daerah.

Baca Juga: