YANGON - Junta Militer Myanmar mengeksekusi empat warganya termasuk mantan anggota parlemen dari partai Aung San Suu Kyi, media pemerintah Myanmar melaporkan , Senin (25/7), seperti dikutip The Straits Times. Eksekusi ini yang pertama kali dilakukan negara ini sejak puluhan tahun.

Empat tahanan termasuk aktivis demokrasi terkemuka dieksekusi atas tuduhan "tindakan teror yang tak manusiawi dan brutal" , kata surat kabar Myanmar, the Global New Light.

Tanpa menyebut kapan dan bagaimana keempat orang itu dibunuh, surat kabar ini hanya melaporkan bahwa eksekusi dilakukan "di bawah prosedur penjara".

Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG), pemerintahan bayangan yang dilarang oleh penguasa junta militer mengutuk eksekusi tersebut.

"Sangat menyedihkan,.. mengutuk kekejaman junta dengan kata-kata yang paling kuat jika berita ini benar," kata juru bicara kantor presiden NUG Kyaw Zaw kepada Reuters melalui layanan pesan.

"Masyarakat dunia harus menghukum kekejaman mereka."

"Saya marah dan merasa hancur mendengar berita eksekusi para pahlawan demokrasi dan HAM itu," kata Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk HAM di Myanmar dalam sebuah pernyataan.

"Simpati saya untuk keluarga, sahabat, dan orang-orang yang dicintai dan seluruh rakyat Myanmar yang menjadi korban kekejaman junta.. Tindakan jahat ini harus menjadi titik balik bagi masyarakat internasional."

Junta militer telah menghukum mati lusinan aktivis anti-kudeta sebagai bagian dari tindakan keras atas kebebasan pendapat setelah militer mengambil alih kekuasaan tahun lalu.

Namun, Myanmar belum pernah melakukan eksekusi selama puluhan tahun.

Phyo Zeya Thaw, mantan anggota parlemen dari partai Aung San Suu Kyi Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang ditangkap pada November lalu dihukum mati pada Januari atas tuduhan pelanggaran di bawah undang-undang anti-terorisme.

Aktivis demokrasi Kyaw Min Yu atau dikenal dengan Jimmy juga menerima hukuman yang sama di pengadilan militer

Dua pria lain dihukum mati karena membunuh wanita yang mereka tuduh sebagai informan junta di Yangon.

Kutukan Diplomatik

Bulan lalu, juru bicara militer Zaw Min Tun mempertahankan hukuman mati. Ia mengatakan, hukuman ini dibenarkan dan digunakan di banyak negara.

"Setidaknya 50 warga sipil tak bersalah, tak termasuk tentara, mati karena hukuman ini," katanya dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan televisi.

"Bagaimana anda bisa bilang ini bukan keadilan?" katanya. "Tindakan tepat perlu diselesaikan di momen yang tepat."

Junta militer telah dikritik keras oleh sejumlah negara besar saat bulan lalu mengumumkan niatnya akan melakukan eksekusi.

Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk keputusan junta dan menyebutnya "pelanggaran terhadap hak seseorang untuk hidup, bebas, dan mendapatkan rasa aman."

Phyo Zeya Thaw telah dituduh mengatur beberapa serangan pada rezim miliier termasuk serangan bersenjata di kereta api komuter di Yangon pada Agustus lalu yang menewaskan lima polisi.

Pelopor musik hip-hop yang lirik lagunya membuat junta gerah itu dipenjara pada 2008 karena keanggotaannya di organisasi terlarang dan kepemilikan mata uang asing.

Dia terpilih di parlemen mewakili partai NLD pada pemilu 2015 yang mengantarkan negara ini melalui transisi ke kekuasaan sipil.

Militer menuduh ada kecurangan dalam pemilu 2020 dimana NLD menang, sebagai pembenaran atas kudeta militer 1 Februari tahun lalu.

Sejak itu, Suu Kyi dipenjara dan menghadapi tuntutan di pengadilan militer yang membuatnya dihukum penjara lebih dari 150 tahun.

Kyaw Min Yu, aktivis mahasiswa dalam pemberontakan melawan rejim militer sebelumnya pada 1988 ditangkap dan dipenjara satu malam pada Oktober.

Baca Juga: