MATARAM - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Nurhandini Eka Dewi menegaskan bagi masyarakat yang masuk wilayah itu baik melalui pelabuhan dan bandara diwajibkan melakukanrapid testatauSwab Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction(RT-PCR). Hal ini dilakukan sebagai bagian memutus rantai penularan Covid-19.

"Ini cara mengendalikan dan membatasi pergerakan pelaku perjalanan tanpa gejala (PPTG). Kita tahu virus korona sangat cepat penyebarannya. Jadi salah satu upaya serius pemerintah adalah dengan membatasi pergerakan orang tanpa gejala (OTG) dan ini langkah yang paling efektif dalam memutus rantai penularan Covid-19," kata Nurhandini Eka Dewi dalam keterangan tertulis diterima di Mataram, Sabtu (6/6).

Eka seperti diutip dari Antara menjelaskan acuan rapid test itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Ketua Gugus Tugas Covid-19 Nasional nomor 5 tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan Surat Gubernur NTB nomor 551/635/Dishub/I tanggal 24 April 2020 tentang Pengendalian Transportasi.

Kemudian, keputusan Gubernur NTB itu ditindaklanjuti kembali dalam SE/SOP teknis dalam Surat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB nomor 441/8/Yankes/V/2020 tentang Prosedur Pemeriksaan PPTG saat kedatangan di NTB dalam Masa Darurat Bencana Non Alam Covid-19.

"Namun dalam SE Ketua Gugus Tugas Covid-19 Nasional nomor 5 tahun 2020 ditegaskan bahwa SE tersebut hanya berlaku hingga tanggal 7 Juni 2020. Tentu kita menunggu perubahan kebijakan selanjutnya dari pusat tersebut. Karena ini merupakan tahapan yang jelas dan tegas dalam percepatan penanggulangan Covid-19," ujar Eka.

Menurut Eka, jika merujuk soal penerapanPembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan melakukan pembatasan menyeluruh pergerakan orang, kecuali barang/logistik serta petugas Covid-19 yang diperbolehkan melakukan pergerakan dengan menggunakan kendaraan dinas. Namun pada tahap ini, diberikan pengecualian/diperbolehkan untuk orang-orang melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan pribadi/umum yang dinilai memiliki kepentingan mendesak dengan penerapan protokol yang ketat.

Sesuai SE Ketua Pelaksana Gugus Tugas Nasional, ada tiga kelompok yang diberikan ijin untuk melakukan perjalanan. Kelompok pertama adalah mereka yang bekerja pada lembaga pemerintah/swasta serta menyelenggarakan pelayanan percepatan penanganan covid-19, pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum, pelayanan kesehatan, pelayanan kebutuhan dasar, pendukung layanan dasar, dan pelayanan fungsi ekonomi penting.

Kelompok kedua adalah perjalanan pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat atau perjalanan orang yang anggota keluarga intinya (orang tua, suami/istri, anak, saudara kandung) sakit keras atau meninggal dunia, perjalanan pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat atau perjalanan orang yang anggota keluarga intinya (orang tua, suami/istri, anak, saudara kandung) sakit keras atau meninggal dunia.

"Sementara kelompok ketiga adalah Repatriasi Pekerja Migran Indonesia (PMI), Warga Negara Indonesia, dan pelajar/mahasiswa yang berada di luar negeri, serta pemulangan orang dengan alasan khusus oleh pemerintah sampai ke daerah asal, sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelas Eka.

Dari ketiga kelompok yang diberikan izin oleh negara untuk melakukan perjalanan tersebut. Pemerintah memberlakukan protokol pencegahan dan percepatan penanggulangan Covid-19 dengan sangat ketat. Yakni mereka harus bisa menunjukkan KTP, Surat Keterangan/Tugas, dan Hasil rapidtest yang berlaku paling lama tiga hari atau hasil Swab negatifyang berlaku paling lama tujuh hari.

Terkait dengan biaya rapid test/swab tersebut, Eka menegaskan sepenuhnya gratis untuk para pasien Covid-19 dan keluarganya yang masuk dalam daftar tracking. "Tidak peduli seberapa banyak jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) maupun keluarga dari pasien positif Covid-19 yang masuk dalam daftar kontak tracking. Semuanya digratiskan dari biaya swab atau rapid test," tegas Eka. mar/N-3

Baca Juga: