Semua pihak di Tanah Air harus bekerja sinergis dan didukung dengan anggaran yang memadai agar pembuatan vaksin Covid-19 dapat dipercepat.

JAKARTA - Pemerintah membentuk tim nasional percepatan pengembangan vaksin Covid-19 untuk mempercepat pembuatan vaksin di Indonesia. Tim ini diisi perwakilan dari lintas kementerian dan lembaga, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pihak swasta, dan peneliti.

"Indonesia tidak boleh ketinggalan dan ketergantungan vaksin dari negara lain," kata Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, dalam acara pembentukan tim nasional percepatan pengembangan vaksin Covid-19, di Jakarta, Jumat (5/6).

Bambang menjelaskan saat ini sebanyak 157 pihak tengah dalam perlombaan pembuatan virus untuk atasi Covid-19, yang mana 10 di antaranya sudah dalam tahap uji klinis. Menurutnya, Indonesia juga harus ambil bagian dan tidak bisa sepenuhnya bergantung dari pihak luar mengingat kebutuhan vaksin di Indonesia di atas 300 juta vaksin.

Ia menjelaskan tim ini terpisah dari Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang telah dibentuk sebelumnya. Adapun tim ini akan diatur melalui Keputusan Presiden. Tim tersebut menggunakan sebagian dana Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang totalnya sekitar 200 miliar rupiah untuk memfasilitasi kebutuhan penelitiannya.

Penambahan Anggaran

Meski begitu tidak menutup kemungkinan adanya penambahan anggaran untuk mendukung tim tersebut. "Tim ini harus diperkuat agar Covid-19 bisa tuntas baik untuk sektor kesehatan maupun ekonomi," imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, M Ali Ghufron optimistis tim ini dapat mempercepat proses percepatan pengembangan vaksin di Indonesia. Terdapat tiga platform kerja pengembangan vaksin yaitu berdasarkan virus yang dimatikan dan dilemahkan, protein rekombinan, dan messenger RNA (mRNA).

Ia menjelaskan tim ini juga bekerja sama dengan pihak dari negara lain untuk pengerjaan beberapa platform vaksin. Meski begitu, ia memastikan kerja sama yang dibuat tidak menempatkan Indonesia sebagai market vaksin, tapi mengutamakan pada transfer teknologi. "Meski mandiri, kita kerja sama dengan pihak lain," katanya.

Sebelumnya, peneliti virus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Mohamad Saifudin Hakim berharap skenario tatanan normal baru tidak tergesa diterapkan pada Juli 2020 hingga kurva Covid-19 melandai.

"Tren nasional tetap naik dan belum ada tanda penurunan signifikan secara konsisten. Semestinya new normal diterapkan setelah kurva melandai atau ada penurunan jumlah kasus secara signifikan yang konsisten," kata Hakim.

Dosen Departemen Mikrobiologi FKKMK UGM ini berpendapat selain mengkaji ulang rencana penerapan normal baru, upaya mencegah penyebaran virus masih perlu dioptimalkan didukung dengan peningkatan kapasitas tes, contact tracing disertai berbagai upaya kontingensi/emergensi karantina untuk mencegah munculnya klaster baru. n ruf/Ant/N-3

Baca Juga: