Salah satu bangunan heritage peninggalan Belanda yakni Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Pniel atau dikenal Gereja Ayam di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Gereja yang bergaya Italia-Portugis ini masih tampak megah, meski sudah berusia 163 tahun.

Gereja yang dibangun sejak 1856 ini, dahulunya berbentuk kapel (gereja kecil) dengan luas tanah mencapai 7.672 meter persegi. Selain itu, semakin bertambahnya jumlah jemaat yang beribadah di tempat ini, kemudian direnovasi menjadi sebuah bangunan yang megah.

Pendeta Adriano Wangkay, S.TH, mengatakan proses pembangunan renovasi dilakukan pada 1913 yang ditandai dengan peletakan batu pertama. Bangunan dirancang arsitek kondang yakni Cujipers dan Hulswits dari arsitek ED Cujipeers dan Hulswit, Batavia.

"Seiring menambahnya jumlah jemaat yang beribadah ditempat ini akhirnya pada Gereja (GPIB) atau masyarakat mengenal Gereja Ayam ini mulai direnovasi ditandai dengan peletakan batu pertama pada 1913," ungkap Pendeta Adriano saat ditemui di salah satu ruangan Gereja Ayam, Jakarta Pusat, akhir pekan.

Menurut Andriano, bangunan Gereja Ayam memiliki corak Neo Romantik dengan unsur-unsur campuran Ghotic dan Neo Barok. Selain itu, terlihat tujuh jendela bulat di sini, terdapat ornamen kaca yang dipatri dan membentuk beberapa gambar.

"Gaya jendela ini disebut dengan Art Nouveau (Jugenstil), tujuh lingkaran menjadi satu ini sangat apik dan ada di beberapa sudut gereja," tuturnya. Di samping itu, di dalam gereja terdapat dua buah prasasti yang melekat pada dinding Gereja. Bila dilihat dari dekat bertuliskan dengan bahasa Belanda. Letaknya tidak jauh dari pintu masuk depan dan di dalam gedung.

"Pada bagian tengah terapat gambar ayam jantan, konon memiliki arti yaitu melambangkan kesaksian. Setelah mengalami perombakan, gereja mampu menampung sekitar 2.000 jemaat untuk mengikuti ibadah," tuturnya.

Aslinya, Gereja Ayam ini bernama Gereja Pniel dalam bahasa Belanda disebut Haantjes Kerk yaitu dengan pengertian bahasa Indonesia Gereja Persekutuan. "Nama Pniel sendiri diambil dari bahasa Firman Tuhan yang terdapat dalam Alkitab, Pernjanjian Lama Kejadian 32: 22-32," terangnya.

Di bagian depan altar terdapat sebuah Alkitab bersampul kayu berukuran 39 x 29 cm, 17 cm pemberian Ratu Belanda, Sophia Frederika Mathilda. Usia Alkitab ini sudah ratusan tahun dan dirawat secara asrih. Pada 1991, Alkitab ini sempat diperbaiki karena kertasnya sudah termakan oleh usia. Kemudian, pihak Gereja pun membawa Alkitab ke Belanda.

Proses perbaikan memakan waktu dua tahun, sekitar tahun 1993 Alkitab ini dibawa dan di pasang di depan altar. Selain, Alkitab, Gereja Ayam juga memiliki segudang artefak yang usianya sudah ratusan tahun. Benda-benda tersebut berupa teko, piala, bejana Baptis, cawan, piring roti, dan tempat lilin yang dilapisi perak murni.

Sementara itu, di bagian atas, sebuah lonceng kuno berdiameter 70 cm yang bertuliskan AH Van Bergen Azin dan terhubung dengan sebuah jam kuno. Adriano menjelaskan untuk melihat benda tersebut harus menaiki tangga terjal setinggi 10 meter. "Jam yang digerakkan secara manual ini telah rusak sejak 25 tahun silam.

Meski sempat rusak, jam tersebut sudah diperbaiki di negara asalnya di belanda," bebernya. Namun, akibat termakan usia organ asli tidak bisa digunakan kembali untuk mengalunkan lagu pujian.

"Karena beberapa bagian dalam organ sudah menua dan rusak, akhirnya kami memutuskan untuk mengganti organ tersebut," pungkasnya. jon/P-5

Baca Juga: