Sangat disayangkan sanksinya hanya pemotongan gaji. Ini tidak tegas. Itu hanya seperti sanksi administrasi. Padahal yang dilakukan terkait tugas dan fungsinya. Sanksi berat berarti dibebaskan dari kepemimpinan.
JAKARTA - Dewan Pengawas (Dewas) KPK dinilai lemah karena menghukum Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, terlalu ringan. Penilaian ini disampaikan pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho, di Purwokerto, Banyumas, Senin (30/8).
"Sanksi yang dijatuhkan Dewas kepada Lili Pintauli Siregar terlalu ringan," tandasnya. Dia mengingatkan,ini sebagai warning bahwa seorang pimpinan harus zero permasalahan, zero sanksi. Sanksi yang diberikan kepada Lili Pintauli, tidak berat kalau hanya pemotongan gaji.
Berdasarkan putusan Ketua Dewas, Tumpak Hatorangan, Lili melanggar kode etik. Pelanggaran kode etik yang dilakukan Lili Pintauli adalah penyalahgunaan pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi. Dia berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani.
Pihak beperkaranya yang sedang ditangani adalah Wali Kota nonaktif Tanjung Balai, M Syahrial, yang tersandung perkara dugaan suap lelang jabatan.Atas pelanggaran kode etik berat Lili, Dewas memberi sanksi pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. Gaji pokoknya 4,8 juta rupiah.
Hibnu mengatakan, sanksi berat dapat berupa penundaan pangkat jika yang melakukan pelanggaran merupakan pegawai negara, sedangkan bagi seorang pimpinan dapat diberi sanksi dengan menonaktifkan dari segala kegiatan dalam kurun waktu tertentu.
Akan tetapi jika sanksi kepada Lili Pintauli hanya pemotongan gaji, hal itu hanyalah sanksi sedang, bukan berat. "Sanksi berat berarti dibebaskan dari kegiatan pimpinan selama setengah tahun. Ini baru sanksi. Ini masih menjadi pimpinan," katanya.
Menurutnya, Lili tidak bisa diteladani dan tidak bisa menjadi rujukan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. "Maka, sangat disayangkan kalau sanksinya hanya pemotongan gaji. Ini tidak tegas. Itu hanya sanksi seperti sanksi administrasi. Padahal yang dilakukan terkait tugas dan fungsinya," kata Hibnu.
Diminta Mundur
Sementara itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Lili mundur dari KPK. Dia telah terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. MAKI menilai, tindakan Lili Pintauli adalah noda bagi KPK. Ini dapat menurunkan kewibawaan KPK dan presiden.
"Tindakan Lili Pintauli juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada KPK dalam pemberantasan korupsi," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman. Menurut MAKI, putusan Dewas KPK ini adalah hasil dari sebuah proses yang telah dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Revisi UU KPK.
"Pengunduran diri Lili Pintauli Siregar adalah untuk menjaga kehormatan KPK," tandas Boyamin. Menurut dia, apabila Lili tidak mengundurkan diri, maka perbuatannya akan menjadi noda KPK. Ke depannya, kata Boyamin, KPK akan kesulitan melakukan pemberantasan korupsi.
Lili harus mengundurkan diri dari Pimpinan KPK demi kebaikan lembaga tersebut, demi kebaikan pemberantasan korupsi, dan demi kebaikan NKRI.
Menurut Boyamin, opsi melaporkan perkara ini ke Bareskrim berdasarkan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 masih dalam proses pengkajian. Pasal 36 UU KPK menyebutkan bahwa pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, dengan alasan apa pun.