Masyarakat hendaknya aktif ikut mengawasi rencana dilakukannya desentralisasi logistik pemilu agar tidak ada penyimpangan.

JAKARTA - Pengadaan barang dan jasa pemilu dengan konsep desentralisasi logistik dinilai dapat menghemat anggaran transportasi saat distribusi. Hal itu dipandang menjadi terobosan yang baik untuk mencegah hambatan geografis dan teknis dalam proses pengadaan logistik ke daerah.

"Selama ini kalau dikelola oleh pusat, ada ongkos distribusi. Kemudian, ini bagus untuk meningkatkan efektivitas juga. Sebab, proses distribusi itu ada hambatan geografis dan teknis, sehingga persoalan logistik jadi kendala dalam pengadaan barang di Pemilu dan Pilkada," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Ade Reza Hariyadi kepada Koran Jakarta, Selasa (4/2).

Ade menjelaskan penerapan desentralisasi logistik pun dapat menumbuhkan perekonomian di daerah. Tidak semua balik ke pusat maka semangat otonomi daerah itu memberikan kewenangan daerah semakin besar. Prinsip desentralisasi itu harus mulai ditransformasikan di dalam penyelenggaraan pemilu terutama terkait Pilkada.

Dalam penerapan itu, yang perlu diperhatikan adalah standardisasi, kualitas keamanan, dan aspek teknis lain terkait dengan logistik pemilu. Tentu kewenangan pengaturannya berada di KPU pusat. "Saya kira ini terobosan yang baik, dan bisa menjadi solusi masalah logistik yang terjadi selama ini," kata Ade.

Ade menilai penerapan desentralisasi logistik tidak ada indikasi penyalahan hukum. Ini hanya pendelegasian kewenangan di tingkat daerah untuk mengadakan logistik, tetapi ketentuan teknis, standardisasi, pengawasan, dan seterusnya itu dimiliki oleh KPU pusat. Jadi KPU daerah tidak menerbitkan aturan dan mekanisme sendiri.

Terobosan Hukum

Kalaupun terdapat penyalahan hukum, KPU perlu menemukan terobosan hukum yang baru untuk memberikan suatu justifikasi. Ini diperlukan agar proses desentralisasi itu berlangsung efektif. Ade menuturkan penyelenggara pemilu di daerah tentu terikat dengan konstitusi tentang pengadaan barang dan jasa. Aspek-aspek terkait itu pun sesuai dengan peraturan pengadaan dan jasa.

"Ini kan tetap terkait pada kepatuhan pada peraturan perundang-undangan, terutama pengadaan barang dan jasa. Misalnya kertas suara dan alat peraga ini bisa diselenggarakan di daerah. Tapi ketentuan teknis, standardisasi, aturan, dan sebagainya itu tetap berada di KPU pusat sehingga tidak beda setiap daerah," ujarnya.

Terkait pengawasan, pengadaan barang dan jasa perlu dilakukan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu, perlu dilakukan supervisi internal untuk akutabilitas keuangan.

Sementara itu, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati menuturkan perangkat pengawas pemilu dan aparat keamanan perlu terlibat dalam proses pengawasan, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Polri.

Wasisto menilai ide Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) soal desentralisasi logistik itu sangat logis mengingat jangkauan geografis Indonesia yang luas. Menurutnya, KPU daerah bisa bertindak efektif dan efisien dalam redistribusi alat peraga dan logistik pemilu di tingkat daerah.

"Hanya saja yang jadi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mekanisme tender logistik itu. Beberapa KPUD mungkin tahu cara lelang logistik, namun bagaimana yang KPU daerah lainnya" tanya Wasisto.

Ia menambahkan pengadaan barang dan jasa di semua level instansi pusat dan daerah harus patuh pada standar belanja pengadaan barang dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). "Tapi mengingat urgensi Pilkada serentak, sebaiknya ada diskresi khusus bagi KPU ini," jelasnya.

dis/N-3

Baca Juga: