TEHERAN - Demonstran di Iran pada Senin (5/12) memulai aksi mogok nasional yang akan berlangsung selama tiga hari. Aksi tersebut merupakan bagian dari gelombang protes nasional yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini, 22 tahun, seorang perempuan Kurdi-Iran yang meninggal pada 16 September lalu dalam tahanan polisi moral, tiga hari setelah ditangkap polisi moral karena tidak mengenakan jilbab secara benar.

Aksi-aksi protes massa itu menimbulkan salah satu tantangan terkuat bagi Republik Islam itu sejak revolusi 1979. Ratusan orang telah terbunuh dalam kerusuhan sejak kematian Mahsa Amini.

Pada Senin, demonstran menyerukan kepada para pemilik toko di seluruh Iran untuk menutup bisnis mereka hingga Rabu (7/12) guna mewujudkan reformasi pemerintah.

Beberapa video yang diposting di media sosial pada Senin menunjukkan penutupan toko-toko di kawasan komersil di beberapa kota, termasuk di Teheran, Karaj, Isfahan, Mashhad, Tabriz, dan Shiraz. Sepertiga toko di area Grand Bazaar di Teheran juga dilaporkan ditutup.

Kantor berita semi-resmi Tasnim pada Senin (5/12) lalu melaporkan bahwa sebuah taman hiburan di pusat perbelanjaan Teheran ditutup oleh pengadilan karena operatornya tidak mengenakan jilbab dengan benar.

Sedangkan surat kabar Hammihan yang condong reformis mengatakan bahwa polisi moralitas telah meningkatkan kehadiran mereka di kota-kota di luar Teheran, di mana pasukan tersebut kurang aktif selama beberapa pekan terakhir. Sedangkan sejumlah saksi mata mengatakan polisi antihuru-hara dikerahkan secara besar-besaran ke pusat kota Teheran.

Kelompok hak asasi Kurdi Iran, Hengaw, juga melaporkan bahwa 19 kota telah bergabung dengan gerakan mogok nasional di Iran barat, di mana sebagian besar populasi Kurdi di negara itu tinggal.

Terjadi Kebingungan

Kepala Urusan Kehakiman Iran Gholamhossein Mohseni-Ejei memerintahkan untuk menangkap siapapun perusuh yang mendorong pemilik toko menutup bisnis mereka. Sedangkanpemogokan nasional berlangsung ketika terjadi kebingungan atas status polisi moral Iran, yang memberlakukan aturan ketat pada pakaian perempuan.

Mengutip pernyataan Kepala Jaksa Iran, Mohammad Jafar Montazeri, kantor berita semi-resmi ISNA pada Sabtu (3/12) lalu melaporkan bahwa polisi moral telah dibubarkan, namun para aktivis menyampaikan keraguan mereka akan hal itu.

Sejauh ini memang tidak ada konfirmasi dari Kementerian Dalam Negeri Iran dan media pemerintah yang mengatakan bahwa jaksa penuntut umum tidak bertanggung jawab untuk mengawasi pasukan tersebut.

Menjelang Minggu (4/12) malam, media pemerintah Al Alam mengeluarkan laporan bahwa pengadilan di mana Montazeri berada tidak berwenang mengawasi keberadaan polisi moral. Sementara pejabat-pejabat pemerintah Iran belum menanggapi hal tersebut secara terbuka.AFP/VoA/I-1

Baca Juga: