JAKARTA - Anggota Fraksi Partai NasDem DPR RI Irma Suryani Chaniago mengatakan pihak-pihak yang ingin menggelar aksi demonstrasi dengan mengusung isu pemakzulan Presiden tidak memahami konstitusi negara.

"Tidak cerdas saja minta Presiden mundur tanpa alasan konstitusional yang jelas. 'Ngerti' UU atau tidak," kata Irma kepada para jurnalis di Jakarta, kemarin.

Dia meminta sejumlah elemen masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi atau unjuk rasa agar memahami peraturan terlebih dahulu.

Menurut dia, unjuk rasa memang dijamin konstitusi tapi jangan sampai ada upaya pemakzulan terhadap Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Pemakzulan hanya bisa dilakukan oleh parlemen dengan alasan yang konstitusional," ujarnya.

Karena itu, Irma menilai apabila ada elemen masyarakat yang mendesak Presiden Jokowi mundur, maka mereka belum memahami peraturan yang ada.

Menurut dia, menyampaikan pendapat atau aspirasi merupakan hak warga negara yang dijamin Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945. "Namun jangan mengklaim atas nama seluruh rakyat Indonesia. Demo memang hak rakyat, tapi sekelompok masyarakat tidak bisa mengatasnamakan rakyat Indonesia," katanya.

Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) NRI 1945 ketentuan mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3), Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945.

Sementara itu, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 80-84 mengatur terkait mekanisme pemakzulan.

Tanpa Urgensi

Senada dengan Irma, Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Patijaya menyarankan sejumlah elemen masyarakat, yang akan berdemonstrasi pada Sabtu (21/5), tidak perlu menyampaikan tuntutan pemakzulan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo karena tidak memiliki urgensi.

"(Demonstrasi) punya nilai urgensinya dalam mengkritisi implementasi demokrasi dan pembangunan ekonomi, sosial, dan politik. Namun, jika nanti dalam unjuk rasa ada elemen masyarakat yang mengajukan tuntutan pemakzulan Presiden Jokowi, saya kira tidak ada urgensinya," kata Bambang di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, masyarakat memiliki hak sebagai warga negara untuk menyampaikan pendapat dan berdemonstrasi yang dijamin oleh konstitusi. Namun, dia menilai, ide atau isu yang disampaikan dalam demonstrasi harus tepat.

Presiden Jokowi sudah menjelaskan mengenai kesimpangsiuran beberapa isu, seperti masa jabatan presiden tiga periode, serta dengan tegas menolak wacana tersebut.

"Isu penundaan pemilu sudah dijawab dengan penetapan tanggal pelaksanaan Pilpres dan Pileg. Saat ini, tidak ada pelanggaran yang dilakukan Presiden Jokowi yang melawan konstitusi," tegasnya.

Sejumlah elemen masyarakat dari kelompok buruh, seperti Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), akan kembali menggelar demo besar pada 21 Mei 2022, bertepatan dengan momentum reformasi.

Baca Juga: