Dana Bagi Hasil semestinya dapat digunakan untuk mendorong hilirisasi di sektor kelapa sawit sehingga dapat meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut.

JAKARTA - Pemerintah menaikkan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit tahun ini sebesar 70 persen dari periode sebelumnya. Karena itu, penggunaan dana tersebut perlu dioptimalkan mengingat selama ini pemanfaatan DBH sawit dinilai tak maksimal.

Ekonom Indef, Esther Sri Astuti, menilai penggunaan DBH sawit saat ini belum maksimal karena hanya untuk program tertentu, seperti subsidi, pembangunan sebagian sarana dan prasarana (sarpras), serta riet yang minim. "Padahal yang terpenting bagaimana Indonesia bisa meningkatkan produktivitas, memelihara lingkungan dan petani sejahtera," tegas Ekonom Indef, Esther Sri Astuti, kepada Koran Jakarta, Selasa (11/4).

Menurut Esther, hal ini penting agar volume sawit Indonesia meningkat dan dapat diterima negara lain karena tetap menjaga lingkungan. Selain itu, ekspor produk turunan sawit dapat meningkat lebih banyak ketimbang sawit mentah sehingga nilai tambahnya meningkat.

Dia menambahkan DBH ini seharusnya dialokasikan untuk beberapa program pembangunan sarana dan prasarana sawit, pembinaan petani sawit, peningkatan riset dan pengembangan untuk produk turunan sawit, pemeliharaan lingkungan atas kerusakan yang ditimbulkan sawit serta sertifikasi sawit, karena tanpa sertifikasi sawit tidak bisa diekspor.

Seperti diketahui, dalam APBN Tahun Anggaran 2023, pemerintah mengalokasikan DBH Sawit sebesar 3,4 triliun rupiah, meningkat dari tahun lalu sebesar dua triliun rupiah. Jumlah ini telah sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dengan Badan Anggaran DPR sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang APBN 2023 dan Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023.

"Di dalam APBN 2023, DBH itu dialokasikan sebesar yang tadi telah kami sebutkan 136,3 triliun rupiah. Alokasi DBH tersebut termasuk di dalamnya adalah DBH sawit yaitu diidentifikasikan sebesar 3,4 triliun rupiah sesuai kesepakatan rapat kerja badan anggaran DPR RI dengan pemerintah," ungkap Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, saat melaksanakan Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (11/4).

Siapkan RPP

Untuk mendukung penyaluran DBH Sawit ini, pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang DBH Perkebunan Sawit. Dalam prosesnya, pemerintah melakukan konsultasi kepada Komisi XI DPR sebagai komisi yang membidangi keuangan.

Dalam RPP, alokasi DBH Sawit akan bersumber dari pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK). Besaran porsi DBH minimal 4 persen dan dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.

Adapun formula pembagian kepada daerah yakni untuk provinsi 20 persen, kabupaten/kota penghasil 60 persen, dan kabupaten/kota berbatasan 20 persen. Dengan demikian, jika asumsi DBH sebesar 4 persen maka proporsi provinsi sebesar 0,8 persen, proporsi kabupaten/kota penghasil 2,4 persen, dan proporsi kabupaten/kota berbatasan 0,8 persen. Selain itu akan diterapkan batas minimum alokasi per daerah untuk 2023 yaitu sebesar satu miliar rupiah per daerah.

"Karena nanti kita lihat pada 2022 beberapa bulan PE dan BK itu nol, sehingga penerimaannya nol, sehingga yang menjadi sumber dana untuk dibagihasilkan juga menjadi nol, maka nanti jumlahnya menjadi terlalu kecil. Ada untuk daerah yang mendapatkan sangat kecil, kami memutuskan ada batas minimum alokasi per daerah minimal mereka mendapatkan satu miliar per daerah," jelas Menkeu.

Baca Juga: