JAKARTA - Daya beli petani makin tertekan karena berada di bawah standar impas dalam tiga bulan terakhir. Kondisi ini tentunya mengkhawatirkan para produsen pangan. Karena itu, pemerintah diminta untuk mengambil langkah konkret agar kondisi tidak terus berlanjut.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Nilai Tukar Petani (NTP) pada Mei 2022 tercatat sebesar 105,41 atau turun 2,81 persen dibanding bulan sebelumnya. Penurunan NTP Nasional Mei 2022 disebakan Indeks Harga yang diterima Petani (lt) turun sebesar 2,37 persen, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) mengalami kenaikan sebesar 0,46 persen.

Ketua Departemen Pengkajian Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI), M Mujahid Widian, menyebut dua subsektor yang turut memicu penurunan NTP yakni subsektor Tanaman Pangan dan NTP subsektor Perkebunan Rakyat. Khusus untuk subsektor Tanaman Pangan turun 0,32 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Kendati terjadi kenaikan indeks harga yang diterima petani (lt) sebesar 0,15 persen, namun masih lebih rendah dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (lb) sebesar 0,93 persen. "Jika kita amati, NTP subsektor Tanaman Pangan berada di bawah standar impas selama tiga bulan belakangan ini. Ini tentunya mengkhawatirkan," tegas Mujahid Widian, di Jakarta, Senin (6/6).

Khusus pada Mei lalu, terangnya, laporan dari anggota SPI di berbagai wilayah menyebutkan harga gabah (GKP) relatif stabil dan cenderung naik untuk jenis beras. Namun, di beberapa wilayah seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah, faktor cuaca menjadi momok. "Curah hujan dengan intensitas tinggi mengakibatkan tanaman banyak yang lembap dan terancam gagal panen," katanya.

Terkait penurunan NTP ini, papar dia, berkaitan juga dengan situasi global, terutama kenaikan harga pangan maupun energi dunia. Hal ini yang kemudian berpengaruh pada indeks harga yang diterima petani (lt). "Pengeluaran petani meningkat sementara untuk penerimaan justru stagnan bahkan turun," ujar Mujahid Widian.

Tingkatkan Produksi

Dalam kesempatan terpisah, Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, berharap kondisi global tidak menekan kondisi di Tanah Air. Dia meminta pemerintah segera melakukan langkah nyata untuk menghadapi ancaman krisis pangan dunia agar semangat meningkatkan produksi terus tumbuh.

"Perlu ada peningkatan produksi pangan melalui program-program yang efektif dan cepat memberikan hasil agar Indonesia siap menghadapi krisis pangan. Kurangnya pasokan dari peternak dan petani menjadi penyebabnya dan ini yang harus segera diatasi," jelasnya.

Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menambahkan, penurunan NTP pada Mei 2022 tak terlepas dari turunnya NTP Subsektor Perkebunan Rakyat. "Penurunan NTP perkebunan yang selama ini tumbuh terus disebabkan dampak dari penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit di berbagai sentra sawit, ketika pemerintah memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor CPO," jelas Henry.

Dari laporan BPS, terjadi penurunan indeks harga yang diterima petani (lt) subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 8,82 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (lb) mengalami kenaikan sebesar 0,51 persen.

Laporan anggota SPI di beberapa wilayah, seperti Sumatera Utara, Jambi, Riau, dan Sumatera Barat, menyebutkan harga TBS belum kembali normal sebelum adanya kebijakan larangan ekspor CPO. 2022Ttd

Baca Juga: