JAKARTA - Peningkatan pendapatan masyarakat dinilai tidak sebanding dengan naiknya harga-harga kebutuhan. Hal itu berpotensi menyebabkan belanja masyarakat kelas menengah ke bawah tertekan.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Etika Karyani, baru-baru ini mengatakan tertekannya belanja masyarakat menengah ke bawah itu karena kenaikan biaya cicilan setelah pandemi Covid-19. Apalagi, bank juga langsung merespons kenaikan suku bunga acuan dengan penyesuaian suku bunga kredit.

Etika mengatakan belanja kelas menengah dan bawah masih ditopang oleh tabungan. Fenomena makan tabungan sudah terjadi sejak kuartal IV-2023. Hal itu mengindikasikan adanya pelemahan pada daya beli.

"Dengan demikian maka kita bisa mengatakan bahwa cicilan utang meningkat, daya beli masyarakat menengah ke bawah ini kian tergerus karena adanya peningkatan pendapatan mereka tidak sejalan dengan naiknya harga-harga," tutur Etika.

Selain kelas menengah, sektor yang juga berkontribusi pada pergerakan ekonomi adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berperan sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian dengan jumlahnya mencapai 90 persen dari keseluruhan unit usaha. Pada 2023 lalu, pelaku UMKM sudah mencapai sekitar 66 juta dan berkontribusi 60 persen dari pendapatan domestik bruto Indonesia.

UMKM, jelasnya, terus menghadapi hambatan dalam mengakses kredit atau kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan. Di sisi lain, penyaluran kredit UMKM masih dalam tahap pemulihan setelah pandemi Covid-19 sehingga perlu adanya perbaikan dari sektor riil.

Pertukaran Lokal

Diminta secara terpisah, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan kondisi saat ini semakin diperparah dengan pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). "Ini memicu kenaikan harga produk yang kandungan bahan baku impornya tinggi," kata Awan.

Sebab itu, perlu akselerasi swasembada pangan dan intensifikasi pertukaran lokal. Konkret dari intensifikasi pertukaran lokal dalam bentuk jual beli produk lokal di dalam wilayah, semacam pasar komunitas.

"Ini menjadi jaring pengaman ekonomi, mengurangi kebergantungan. Selain itu, tujuan lainnya agar sumber daya tidak banyak tersedot ke luar," kata Awan.

Dalam kegiatan itu, pemerintah harus terlibat, jangan hanya mengandalkan belanja masyarakat di pasar komunitas tersebut. Belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Daerah (APBN/APBD) perlu dialokasikan dalam skema tersebut.

Fenomena makan tabungan, terang Awan, artinya sebentar lagi mereka akan jatuh miskin apabila tidak ada tambahan pemasukan lagi. Mereka hanya bisa bertahan sejauh tabungannya masih ada, sehingga harus segera diatasi. Pemerintah harus benar-benar turun membantu untuk mencegah meningkatnya angka kemiskinan.

Baca Juga: