Bakteri laut dalam menjadi perhatian banyak peneliti belakangan ini. Sebelumnya, ahli kelautan di University of Rhode Island Steven, D'Hondt, melakukan penelitian bakteri laut dalam pada kondisi yang sangat dingin dan nyaris mustahil bagi kehidupan.

Peneliti menemukan bakteri yang berhibernasi yang mampu bertahan hidup pada kondisi hampir tanpa makanan selama lebih dari 100 juta tahun. Setelah dihidupkan kembali, sebagian besar mikroba dapat memberi makan dan berkembang biak tanpa efek samping yang disebabkan oleh periode istirahat yang lama.

"Bagian yang paling menarik dari studi ini adalah pada dasarnya hal itu menunjukkan bahwa tidak ada batasan kehidupan di sedimen lama lautan bumi," ujar D'Hondt kepada Reuters. "Mempertahankan kemampuan fisiologis penuh selama 100 juta tahun dalam isolasi kelaparan adalah prestasi yang mengesankan," lanjut dia.

Penulis utama penelian dan seorang ahli geomikrobiologi di Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology, Yuki Morono mengatakan, penelitiannya ingin mengetahui seberapa tinggi toleransi bakteri memiliki kondisi yang berakibat fatal bagi organisme lain.

Penelitian Morono mengumpulkan inti sedimen laut dalam dari kapal penelitian Joides Resolution, sebuah laboratorium terapung yang beroperasi 24 jam. Tim tersebut menargetkan South Pacific Gyre atau Pusaran Pasifik Selatan di lepas pantai timur Australia.

Area itu sering disebut gurun samudra karena kekurangan nutrisi yang dibutuhkan untuk mendukung bahkan sebagian besar plankton. Akibatnya, sangat sedikit bahan organik yang jatuh ke dasar laut lebih dari tiga mil di bawahnya.

Di sepanjang inti sekitar 250 kaki, tim mengumpulkan sampel tanah liat yang mencakup periode pengendapan antara 13 juta tahun lalu dan hampir 102 juta tahun lalu. Dengan sampel di laboratorium, mereka menambahkan nutrisi seperti nitrogen dan karbon makanan untuk memulai kehidupan apa pun di dalamnya.

Hingga sampai 557 hari kemudian, Morono mengekstraksi bongkahan kecil sedimen dan melarutkannya dalam air, mencari sel-sel hidup. Sementara sampel sedimen yang diambil dari lapisan dasar laut yang lebih kaya oksigen mengandung lebih dari 100.000 sel per sentimeter kubik lumpur.

Mereka mengesampingkan kontaminasi dari sumber air laut lain di lab, akhirnya memastikan bahwa apa yang mereka lihat itu nyata. Dalam banyak sampel, sebanyak 99 persen mikroba dihidupkan kembali. Setelah 68 hari, jumlah sel meningkat empat kali lipat, hingga 1 juta sel per sentimeter kubik.

Bakteri tersebut yang bersinar hijau pada gambar mikroskop ini, dihidupkan kembali dari sedimen laut dalam yang berumur lebih dari 100 juta tahun. Hasil analisis genetik menunjukkan bahwa mikroba cukup beragam, mewakili 10 kelompok utama bakteri, beberapa di antaranya tersebar luas di bagian lain lautan.

Seorang ahli mikrobiologi lingkungan pensiunan dari University of Southern California, Kenneth Nealson, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan temuan ini menunjukkan mikroba dapat bertahan hidup dalam kondisi keterbatasan energi yang ekstrim.

Baca Juga: