Ironis memang. Di satu sisi ada anggaran yang didapat dari utang, tetapi tidak digunakan, tersimpan di bank, jumlahnya ratusan triliun. Di sisi lain ada masyarakat yang membutuhkan bantuan untuk meningkatkan pendapatannya yang turun selama pandemi.

Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) membutuhkan dana yang tidak sedikit. Lebih seribu triliun anggaran dikucurkan untuk mengangkat ekonomi nasional agar tidak jatuh lebih dalam. Hampir semua anggaran dialihkan untuk penanganan Covid-19. Untuk itu, pemerintah rela Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) defisit jauh di atas 3 persen, batas maksimal defisit di kala normal, sampai-sampai pemerintah menambah utang baru untuk memenuhi semakin membesarnya defisit.

Sayangnya, dana yang sudah ditransfer ke daerah untuk menggerakkan perekonomian rakyat itu tidak semuanya dibelanjakan. Beberapa pemerintah daerah ada yang menyimpannya di bank yang bila ditotal secara nasional, jumlahnya tidak sedikit.

Sampai akhir Maret 2021, di perbankan masih ada uang APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) provinsi, kabupaten, dan kota sebesar 128 triliun rupiah. Itu sudah sedikit membaik dibanding posisi November 2020 yang jumlahnya sempat menyentuh 240 triliun rupiah. Dana tersebut seharusnya dibelanjakan untuk memperbesar sisi permintaan dan konsumsi.

Saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrengbangnas) pekan lalu, Presiden Joko Widodo mengingatkan para kepala daerah, gubernur, wali kota, dan bupati bahwa fondasi paling awal dari pemulihan ekonomi adalah pengendalian Covid-19 di masing-masing wilayah. Di saat yang sama, belanja pemerintah juga harus dipercepat terutama untuk program bantuan sosial dan padat karya. Selain itu, sisi permintaan juga harus diperbesar dengan mendorong belanja masyarakat.

Rendahnya penyerapan anggaran di daerah diduga disebabkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah. Banyak pelaksana daerah yang masih gagap soal anggaran, baik dalam mengelola ataupun mengeksekusinya. Sayang sekali, pemerintah sudah menambah utang untuk penanganan pandemi, tetapi di pelaksana teknis di daerah masih gagap soal realisasi anggaran.

Ironis memang. Di satu sisi ada anggaran yang didapat dari utang, tetapi tidak digunakan, tersimpan di bank, jumlahnya ratusan triliun. Di sisi lain ada masyarakat yang membutuhkan bantuan untuk meningkatkan pendapatannya yang turun selama pandemi. Kalau dana nganggur tersebut tidak dibelanjakan, stagnasi perekonomian akan terus terjadi di masyarakat.

Untuk itu, tidak ada alasan lagi, pemerintah daerah harus bergegas mengakselerasi belanja untuk menopang ekonomi daerah. Dampak pandemi masih terasa berat di tahun ini. Dana yang tersimpan di bank harus dapat digunakan lebih produktif sehingga bisa memacu perekonomian masing-masing daerah dan dapat mendorong perputaran uang di masyarakat.

Pemulihan ekonomi sulit berjalan sesuai dengan harapan jika pemerintah daerah kurang mendukung menjalankan program di masing-masing daerah. Padahal pertumbuhan ekonomi saat ini lebih banyak bertumpu pada konsumsi yang ditopang oleh belanja negara.

Masih membesarnya porsi dana menganggur di daerah menyebabkan tersendatnya pemulihan ekonomi dengan cepat. Pertumbuhan tersendat karena tidak terciptanya multiplier pertumbuhan yang besar.

Baca Juga: