Fenomena cuaca ekstrem La Nina dapat berdampak terhadap penurunan produktivitas pertanian sehingga dikhawatirkan dapat membuka celah impor pangan, terutama beras.

JAKARTA - Ancaman cuaca ekstrem, La Nina seperti yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geologi (BMKG), tak hanya menimbulkan gangguan produksi karena kelebihan air tetapi juga memicu banyaknya hama penyakit yang menyerang tanaman pertanian. Karena itu, langkah preventif perlu dilakukan agar produksi tidak terganggu.

Jika produksi terganggu, celah impor beras makin terbuka lebar. Padahal, selama ini impor beras tidak dilakukan karena produksi masih aman.

Koordinator Nasional Koalisi untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah mengatakan, sesuai prediksi tahun depan, muncul fenomena La Nina yang memicu banyak hujan. Untuk itu, salah satu hal yang perlu diantisipasi dengan baik adalah soal hama penyakit terutama pada tanaman padi.

"Dengan cuaca basah beberapa penyakit tanaman padi dapat lebih mudah outbreak, misalnya wereng dan penggerek batang karena itu persiapan dan kewaspadaan dini perlu ditingkatkan," tegas Said pada Koran Jakarta, Minggu (31/10).

Dijelaskannya, untuk penggerek misalnya, cara paling efektif dengan mengumpulkan kelompok telur di persemaian sehingga terputus siklusnya. Sebab, jika sudah masuk ke dalam batang dan di pertanaman susah dikendalikan.

Untuk wereng yang perlu diperkuat perlakuan penggunaan pestisida yang sebaiknya tidak dilakukan pada usia tanaman di bawah 70 hari setelah tanam. Kedua lanjut Said, dari banyak penelitian diketahui bahwa penggunaan herbisida dan pestisida dapat menyebabkan kekebalan pada wereng.

Hal lainnya lanjut dia dengan melihat pola outbreak hama padi terutama wereng, terlihat adanya pola atau siklus lima tahunan. Outbreak pada 2010/ 2011 dan 2017/ 2018, dan bisa jadi tahun depan menjadi bagian siklusnya apalagi dengan situasi iklim basah.

Impornya juga tinggi Kecuali 2017, data luas serangan tidak sesuai realitas lapangan. "Ambil contoh kasus di Subang, Jawa Barat. Yang kena serangan hingga dua musim dan terjadi di lebih dari 3 kecamatan. Tapi di data Kementan hanya puluhan hektar," ucapnya.

Berdasarkan monitoring BMKG, kehadiran La Nina 2021/2022 diperkirakan berlangsung dengan intensitas lemah - sedang hingga Februari 2022. Didasarkan pada kejadian La Nina pada 2020, hasil kajian BMKG menunjukkan bahwa curah hujan meningkat pada November-Desember-Januari, terutama di wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan.

La Nina tahun ini diprediksikan relatif sama dan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan berkisar antara 20-70 persen di atas normalnya dan berpotensi memicu bencana hidrometeorologi.

Picu Inflasi

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti mengatakan pemerintah harus menghitung kapan panen dan berapa jumlahnya. Pengendalian harga pangan, kata dia, harus prioritas untuk mencegah terjadinya inflasi.

"Pastikan harus ketersediaan stok pangan aman. Sebab jika tidak aman, maka terpaksa harus impor untuk menghindari kenaikan harga pangan. Impor inikan yang kita hindari selama ini agar harga produksi petani tetap terjaga," pungkasnya.

Baca Juga: