Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya aturan teknis agar tidak ada perbedaan pandangan pusat dan daerah saat pemberlakuan PSBB.

JAKARTA - Sejumlah daerah telah mengajukan pemberlakuan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ke Menteri Kesehatan (Menkes). Namun, keinginan daerah itu tak mendapat persetujuan karena belum mencantumkan rencana aksi seperti termuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Hal tersebut disampaikan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letnan Jenderal TNI Doni Monardo, usai rapat terbatas tentang Laporan Tim Gugus Tugas Covid-19 melalui video telekonferensi bersama Presiden Joko Widodo, Senin (6/4).

Seperti diketahui, ketentuan mengenai tata cara PSBB diatur dalam Pasal 11 PMK Nomor 9 Tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan. Terdapat empat poin dalam lampiran itu. Pertama, peningkatan jumlah kasus menurut waktu. Kedua, penyebaran kasus menurut waktu. Ketiga, kejadian transmisi lokal. Keempat, kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasional jaring pengaman sosial dan aspek keamanan.

Menurut Doni, sudah ada beberapa daerah yang mengajukan kepada Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, terkait pemberlakuan pelaksanaan PSBB. Namun, Doni masih belum membuka daerah mana saja yang mengajukan tersebut. "Kemarin siang, Menkes bersama tim dan kami dari Gugus Tugas telah berdiskusi tentang apa yang harus kita lakukan setelah mendapatkan surat permohonan dari daerah yang mengajukan," kata Doni.

Setelah adanya permintaan tersebut, Tim Gugus Tugas langsung membuat surat kepada Menkes agar para kepala daerah yang telah mengajukan usulan untuk mendapatkan izin PSBB ini melengkapi dengan rencana aksi dan membuat rencana kesiapan. "Sehingga, diharapkan ketika daerah sudah memulai program itu semuanya bisa berjalan dengan baik," jelasnya.

Terlebih, Presiden sudah menekankan pentingnya secara teknis agar diatur baik sehingga tidak ada perbedaan pandangan pusat dan daerah saat pemberlakuan PSBB tersebut.

"Kemudian juga disusun sejumlah protokol yang dapat menjadi acuan bagi daerah dalam melaksanakan PSBB. Intinya adalah daerah dalam melakukan PSBB tdak boleh menimbulkan perbedaan dengan daerah lain, termasuk juga bertentangan dengan kebijakan nasional," tutur Doni.

Ia pun menambahkan daerah yang memberlakukan PSBB juga bisa menerapkannya dengan baik, seperti kemudahan akses masih yang tetap diberikan kepada aktivitas masyarakat dengan memperhatikan social distancing dan physical distancing. "Dalam beberapa hal kemungkinan ada penegakan hukum dari aparat yang berwenang. Namun demikian, kita berharap pendekatannya adalah pendekatan kedisiplinan, kesadaran kolektif untuk bisa memahami kenapa pemerintah melakukan berbagai macam hal untuk melakukan pembatasan terhadap kegiatan masyarakat," tutup Doni.

Sementara itu, jumlah pasien positif Covid-19 per Senin, 6 April 2020, tercatat 2.491 kasus, pasien sembuh 192 orang, sedangkan 209 orang meninggal dunia. Sejauh ini, catatan pemerintah menunjukkan DKI Jakarta masih jadi provinsi dengan jumlah pasien positif Covid-19 terbanyak, yaitu 1.232 jiwa.

Setelah DKI Jakarta, ada Jawa Barat dengan 263 kasus, Jawa Timur dengan 189 kasus, Banten dengan 187 kasus, Jawa Tengah dengan 132 kasus, dan Sulawesi Selatan dengan 113 kasus.

Pemeriksaan Dipercepat

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi kembali menyinggung soal prioritas pelaksanaan tes cepat melalui metode PCR (polymerase chain reaction) bagi pihak-pihak berisiko tinggi terpapar Covid-19, baik itu dokter dan keluarganya, para orang dalam pemantauan (ODP), dan pasien dalam pengawasan(PDP).

"Kecepatan pemeriksaan di laboratorium agar didorong lagi, ditekan lagi, agar lebih cepat dan kita harapkan dengan kecepatan itu kita bisa mengetahui siapa yang telah positif dan siapa yang negatif," ujar Presiden. n fdl/AR-2

Baca Juga: