Tahun depan, pemerintah akan mengalokasikan DAK stunting guna mendorong kemajuan dari penanganan stunting di daerah masing-masing.

JAKARTA - Stunting atau masalah gizi buruk saat ini menjadi masalah penting yang harus dihadapi secara bersama-sama. Karena itu, pemerintah meminta daerah (pemda) serius menangani masalah gizi buruk untuk mencapai target prevalensi stunting 14 persen pada 2024.

"Saat ini kita masih cukup tinggi, masih di sekitar 24 persen lebih, ada kemajuan, namun kemajuan ini harus lebih cepat," kata Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, saat menyampaikan sambutan dalam Sosialisasi Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Stunting Tahun 2023 yang disiarkan secara daring, Selasa (14/6).

Stunting, yang merupakan kondisi gagal tumbuh, memiliki implikasi kepada generasi penerus, implikasi kepada kehidupan, produktivitas dan akan berimplikasi kepada kehidupan ekonomi produktivitas dan kemajuan ekonomi Indonesia. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan terjadinya stunting merupakan cerminan dari buruknya kesehatan sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa.

Karena itu, pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam menghadapi stunting dengan menempatkan anggaran stunting di kementerian/ lembaga pusat dengan total 34,1 triliun rupiah pada 2022. Kemudian, Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik untuk mendorong percepatan stunting sekitar 8,9 triliun rupiah dan DAK nonfisik untuk yang di antaranya digunakan untuk BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), BOKB (Bantuan Operasional Keluarga sekitar 1,8 triliun rupiah.

"Sehingga alokasi dana yang kita gelontorkan ke daerah untuk kepentingan stunting tidak kurang dari sekitar 10,7 triliun rupiah, ditambah dengan yang di pusat 34,1 triliun rupiah jadi 44 triliun rupiah dana kita gelontorkan untuk mencegah stunting," ujarnya.

Suahasil menjelaskan pemerintah sengaja memberikan dana alokasi khusus yakni dana transfer ke daerah yang dialokasikan secara spesifik untuk kepentingan spesifik yang dalam hal ini DAK stunting adalah untuk penurunan stunting.

Untuk itu, dia berharap pemerintah daerah dapat memperhatikan kondisi dan penurunan stunting agar formula yang digunakan untuk menghitung dana insentif daerah membaik dan dana insentif daerah yang diberikan bisa diperbesar. "Tahun depan akan ada DAK stunting juga dan kita harapkan bahwa itu nanti akan mencerminkan progres kemajuan dari penanganan stunting di daerah masing-masing," ucap Suahasil.

Konsumsi Ikan

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyerahkan 4,7 ton ikan hasil pengawasan impor yang dilakukan Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, ke 24 Desa di Kepulauan Riau untuk mendukung penanggulangan gizi buruk atau stunting.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, dalam rilis yang diterima di Jakarta, Senin (13/6), menyampaikan aktivitas tersebut merupakan salah satu fungsi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan yang bukan hanya sebatas pada sisi penegakan hukum, tapi juga bermanfaat untuk masyarakat.

"Ikan tersebut juga bukan merupakan barang bukti tindak pidana perikanan sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial atau masyarakat," katanya.

Selain itu, ujar dia, pihaknya juga menggandeng Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) untuk memastikan mutu ikan tersebut bebas dari hama penyakit dan layak konsumsi, juga Direktorat Pemasaran KKP dan pemda setempat untuk menyalurkan ikan hasil pengawasan tersebut ke masyarakat.

Baca Juga: