Peningkatan produksi pangan lokal dan efisiensi rantai distribusi diharapkan dapat mengurangi tekanan inflasi di daerah.

JAKARTA - Daerah perlu meningkatkan produksi pangan lokal untuk mengatasi inflasinya. Sebab, terdapat beberapa daerah mengalami kenaikan inflasi di atas nasional yang mencapai 5,51 persen tahun lalu.

Berdasarkan data terbaru, sejumlah provinsi dengan tingkat inflasi melampaui capaian nasional, meliputi Jawa Barat sebesar 6,04 (yoy), Bengkulu 5,99 persen (yoy), Kalimantan Barat 6,3 persen (yoy), Sulawesi Tengah 5,97 persen (yoy), dan Maluku 6,28 persen (yoy).

"Terutama untuk daerah-daerah yang sedang mengalami defisit komoditas seperti beras, bawang, cabai merah, hingga ayam. Mereka bisa melakukan penanaman ataupun beternak sendiri agar tidak harus mengimpor dari daerah lain," ucap Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, dalam diskusi publik secara daring di Jakarta, Senin (30/1).

Dia menyebutkan, pada 2022, setidaknya terdapat 18 provinsi (52,9 persen) di Indonesia yang mengalami defisit beras, 24 provinsi (70,6 persen) yang mengalami defisit bawang, lima provinsi yang mengalami defisit cabai merah, serta tujuh provinsi (20,6) persen daerah mengalami defisit daging ayam.

Menurutnya, peningkatan produksi pangan lokal dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni melalui gerakan menanam komoditas tertentu, dukungan benih bermutu dan ketersediaan pupuk, pendampingan petani, serta akses ke pembiayaan dan kredit usaha rakyat (KUR). Langkah tersebut juga bisa dilakukan melalui pengembangan kemitraan dengan lembaga terkait pembiayaan, pembelian, dan logistik, serta teknologi budidaya dan food losses 20 persen sampai 30 persen pada panen, pengangkutan, pengepakan, dan lain-lain.

Selain produksi pangan lokal, Tauhid menambahkan, efektivitas operasi pasar pun harus ditingkatkan dengan volume operasi pasar sesuai kebutuhan, memilah komoditas pilihan seperti cabai merah, telur ayam, daging ayam, dan beras, manajemen pemantauan dini pada pasar tradisional, serta membatasi gerak spekulan, penimbunan, dan permainan harga.

Pengeluaran aturan kewenangan yang lebih tegas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengatur komoditas pemicu inflasi turut diperlukan agar tidak ada kenaikan harga komoditas secara bersamaan sehingga menyebabkan inflasi yang cukup tinggi baik di daerah maupun secara nasional.

Rantai Distribusi

Pemangkasan rantai distribusi pangan juga diperlukan untuk mengatasi inflasi daerah, yaitu melalui Kerja sama Antar Daerah (KAD) untuk memastikan stok tersedia pada saat dibutuhkan, channeling rantai distribusi dari luar provinsi langsung ke pedagang pengepul, serta koordinasi dan fasilitasi pedagang eceran untuk pengurangan beban kenaikan bahan bakar minyak (BBM).

Dia melanjutkan, peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam manajemen stok pangan pun penting mengatasi inflasi daerah. Reformasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), sambung Tauhid, menjadi salah satu langkah penting lainnya dalam mengatasi inflasi daerah, yaitu terutama reformasi di kelembagaan, perencanaan dan penganggaran, serta pengawasan dan evaluasi.

Sebelumnya, Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, memperkirakan inflasi kembali ke target Bank Indonesia (BI) sekitar 2-4 persen secara tahunan (yoy) mulai semester II-2023. Pada kuartal I-2023 tingkat inflasi diperkirakan masih berada di atas target pemerintah yakni mencapai 4 sampai 6 persen year on year.

"Ini akan berkisar sekitar 4-6 persen (yoy) pada paruh pertama 2023 sebelum turun ke kisaran target pada paruh kedua di tengah efek dasar yang rendah pada kuartal I-2022," katanya.

Baca Juga: