Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing mengingatkan para pelajar Indonesia di Tiongkok agar tetap tenang dan mematuhi protokol kesehatan yang diterapkan secara ketat oleh otoritas setempat.

"Kalau diminta tetap tinggal di asrama, ya patuhi. Tidak usah ikut-ikutan yang lain," kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Beijing Yaya Sutarya di Beijing, dikutip dari Antara, Kamis (19/5).

Ia merasa perlu menyampaikan imbauan tersebut menyusul protes sejumlah mahasiswa Peking University, Beijing, Senin (16/5), terhadap pihak kampus terkait kebijakan prokes ketat antipandemi Covid-19.

Video yang beredar di sosial media menggambarkan beberapa mahasiswa berkumpul di asrama kampus ternama di Tiongkok itu sambil meneriakkan, "Samakan akomodasi, samakan hak!"

Yaya memastikan tidak ada mahasiswa Indonesia di Peking University sejak pandemi Covid-19 pertama kali mewabah di Tiongkok pada awal 2020.

"Kalau di Beijing saat ini tersisa 23 pelajar kita, tapi di Beida (Peking University) tidak ada," ujarnya.

Sementara itu, beberapa wilayah di Beijing yang sebelumnya dikunci (lockdown) mulai dibuka secara bertahap.

"Mulai hari ini saya sudah bisa keluar kompleks, namun keluar-masuknya harus ada kartu 'pass' dari keamanan kompleks," tutur seorang warga negara Indonesia yang tinggal di Panjiayuan dan baru keluar dari karantina wilayah sejak 30 April lalu.

Namun halte bus dan stasiun kereta metro di sepanjang ruas Hujialou-Shilihe masih tutup. Sepanjang ruas jalur tersebut kereta bawah tanah Beijing itu hanya berhenti di stasiun Hujialou dan Shilihe, namun "bablas" di enam stasiun antara. Demikian halnya dengan bus, yang tidak berhenti di halte-halte ruas jalur tersebut.

"Saya terpaksa pakai sepeda berangkat kerja tadi pagi," ucapnya.

Sebelumnya, Otoritas Tiongkok menegaskan tidak akan melonggarkan protokol kesehatan (prokes) ketat antipandemi Covid-19 meski mendapatkan kritikan dari berbagai pihak, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Menteri Kesehatan Nasional Tiongkok, Ma Xiaowei menyatakan Tiongkok akan mengambil tindakan yang lebih tegas dan lebih cepat untuk menyaring dan mengisolasi kelompok berisiko Covid-19 dan menerapkan kewajiban tes PCR secara reguler dalam menghadapi varian Omicron, dikutip dari media setempat.

Sementara, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok (MFA) Zhao Lijian mengatakan 1,5 juta nyawa warga China bisa saja melayang sia-sia jika prokes ketat tidak diterapkan.

Kasus kematian di Tiongkok sampai saat ini masih di kisaran angka 4.000-an sejak pandemi mulai berlangsung pada awal 2020.

Sementara itu, sejak 22 April sampai saat ini Beijing masih menerapkan lockdown secara parsial, bahkan wilayahnya diperluas. Sejak saat itu pula sampai saat ini sudah 10 putaran tes PCR digelar secara massal di 12 distrik di wilayah Ibu Kota. Satu putaran biasanya diisi dengan tiga kali tes.

Hingga Senin (16/5), di Beijing terdapat 1.113 kasus baru. Tes PCR massal juga digelar di satu kota kecil di Provinsi Sichuan, yang berbatasan dengan Kota Chongqing.

Otoritas setempat menggelar tes massal terhadap 495.000 warga setelah dalam sepekan ditemukan 500 kasus positif.

Baca Juga: