BOGOR - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyebutkan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging/CBT) dapat digunakan untuk mencari sumber pendanaan baru untuk upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

"Apa yang sudah di-tagging (ditandai) itu bisa untuk refinancing dari sisi pembiayaan atau istilahnya bisa diputar lagi untuk sumber pembiayaan baru," kata Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF, Boby Wahyu Hernawan, di Bogor, Jabar, Rabu (29/5).

Seperti dikutip dari Antara, Boby menuturkan sektor belanja APBN kementerian dan lembaga yang ditandai melalui CBT tersebut termasuk belanja untuk upaya mitigasi, adaptasi, maupun output kegiatan mitigasi dan adaptasi secara bersamaan (co-benefit).

Menurut Boby, berbagai sektor belanja yang ditandai tersebut, khususnya dalam bentuk belanja modal dan barang, dapat berperan sebagai aset bernilai uang yang bisa dijadikan sebagai aset dasar atas penerbitan suatu instrumen investasi (underlying asset), misalnya untuk green sukuk dan blue bond.

"Tentunya karakteristiknya (untuk masing-masing instrumen) harus sesuai ya. Dan inilah yang menjadi semacam skema refinancing dan ini memang praktik yang berlaku global," ujar Boby.

Ia menyampaikan secara kumulatif, realisasi belanja pemerintah pusat untuk upaya penanggulangan perubahan iklim sejak 2016 hingga 2022 dengan penerapan budget tagging mencapai 569 triliun rupiah.

Realisasi Belanja

Dengan begitu, lanjutnya, rata-rata realisasi belanja pemerintah pusat untuk upaya tersebut adalah 81,3 triliun rupiah per tahun atau sekitar 3,5 persen dari APBN.

"Jumlah anggaran Indonesia sebesar 3,5 persen itu sudah cukup bagus walaupun belum terlalu banyak juga untuk aksi perubahan iklim. Tetapi, dibandingkan negara-negara lain yang masih 2 persen atau di bawah 3,5 persen dari anggaran belanja negaranya, ini sudah cukup bagus," ucap Boby.

Ia pun berharap porsi belanja pemerintah untuk menangani perubahan iklim dapat terus ditingkatkan di masa mendatang, terutama untuk upaya co-benefit, mengingat saat ini pendanaan lebih didominasi untuk upaya mitigasi dan adaptasi, yakni masing-masing sebesar 58,4 persen dan 37,6 persen.

Baca Juga: