Minuman dan kudapan Indonesia, baik yang merupakan kekhasan daerah ataupun akulturasi, memiliki keberagamanyang luar biasa. Tercatat 1.010 kudapan dan 150 minuman yang terdokumentasi dalam Seri Buku Pusaka Cita Rasa Indonesia,yang saat ini dalam tahap akhirpenyusunanuntuk persembahan 73 Tahun Indonesia merdeka.
Tak dipungkiri, Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang sangat luar biasa, bahkan Soekarnopun pernah membukukan potensi kuliner itu melalui sebuah buku legendaris Mustika Rasa dengan memuatsekitar 1.600 resep masakan Indonesia. Kini, 51 tahun sejak terbitnya Mustika Rasa, ragam dan jumlah resep pun bertambah. Untuk mendokumentasikan kekayaan kuliner Nusantara yang kian berkembang, akan hadir Seri Buku Pusaka Cita Rasa Indonesia.
Bukuyangrencananya akanterdiri dari 12 jilid ini disusun para akademisi dari Universitas Gajah Mada (UGM). Mereka adalah Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito (Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan UGM), Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani (Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UGM), Prof. Dr. Ir. Umar Santoso, M.Sc. (Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM), beserta tim periset.
Dalam acaratalkshow 'Jajanan Indonesia yang Mendunia'untukmemperingati 51 tahun penerbitan buku Mustika Rasa di Jakarta Creative Hub, Jakarta, Murdijatimenjelaskan sebaran informasi yang luas dan tidak merata di wilayah Indonesia menjadi tantangan tersendiri saat proses pengumpulan materi.
"Bagi masyarakat kita, minuman dan makanan bukan sekadar memenuhi fungsi untuk kebutuhan tubuh, tapi juga untuk sosialisasi, bahkan urusan ritual kebudayaan ataupun religi," ujarnya.
Ia menyebutkan, selain teh, kopi, dan cokelat yang banyak diproduksi di Indonesia dalam kualitas terbaik, masyarakat juga mengenal minuman campuran dari buah, rempah, serta olahan empon-empon yang juga dikenal sebagai bumbu dapur.
"Kita punya teh terbaik yang sampai saat ini masih dikonsumsi keluarga bangsawan Inggris. Sayang sekali kalau sampai kita tidak menghargai," ujar Moerdijati. Sebagai produsen teh, peringkat Indonesia memang terus melorot, kini ada di peringkat ke-7. Sedangkan sebagai peminum teh, Indonesia menempati peringkat ke-105 dari 115 negara.
Kopi pun serupa. Banyak kopi dengan hasil terbaik dihasilkan di Indonesia. Untungnya, kini makin banyak kedai kopi sehingga masyarakat memiliki pilihan untuk minum kopi lokal.
Kendati demikian Murdijati sangat menyayangkan masyarakat terutama kalangan muda lebih senang pergi ke kedai kopi waralaba luar negeri, dan membayar segelas kopi dengan harga mahal. Padahal, bangsa di luar yang dulu justru tergila-gila dengan kopi Indonesia.
"Hal serupa terjadi di makanan. Banyak orang Indonesia justru menggemari makanan bangsa lain. Sebutlah pizza, hot dog, sandwich, hingga salad," terangnya. ima/R-1
Menjunjung Tinggi Keaslian
Murdijati menyinggung data yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia memiliki 1.317 etnis dan etnis-etnis tersebut memiliki seni dapur masing-masing. Misalnya salad, dirinya menegaskan banyak makanan sejenis asal Indonesia yang justru lebih sehat.
"Salad, makanan sayur-sayuran yang penyajiannya dicampur minyak. Saya kira lebih hebat bakul-bakul karedok, lotek. Mencampur sayuran dengan kacang yang nilai gizinya bukan main," tuturnya.
Sementara, beberapa bisnis makanan di Indonesia justru kerap mengkombinasikan makanan Indonesia dengan makanan luar. Ia mencontohkan burger yang diisi dengan tempe atau makanan lokal lainnya. "Maka dari itu menurut pendapat saya, jangan ragu-ragu mengenalkan kuliner Indonesia dan tidak perlu tiru-tiru," tegas Murdijati.
Selain kopi, teh, cokelatdanmakanan, menurut Moerdijati, banyak sumber minuman yang bisa diajukan ke pentas dunia. Misalnya minuman campuran, olahan buah karena ada 358 buah di Indonesia, serta ekstrak rempah dan empon-empon.
Retnosyari, pendiri Progress Jogja mengamini pendapat tersebut. Ia juga mendapati, banyak warga dunia yang meminati minuman wedang khas Indonesia sehingga potensi tersebut masih bisa digali dan dikembangkan. Ia juga sudah memasok minuman wedang untuk pasar Amerika Serikat, Saudi Arabia dan sejumlah negara di Eropa.
Dirinya menceritakanmengawali bisnis wedang karena gemas dengan banyaknya bahan baku yang tidak diolah maksimal. "Di Yogyakarta, banyak orang punya lahan untukempon-empon (akar tanaman yg biasa digunakan sebagai bumbu dapur atau obat-obatan tradisional)Ada sereh, jeruk nipis, jahe, dan lainnya. Tapi pemanfaatannya masih sangat kurang," jelasnya.
Pasca gempa Yogyakarta pada 2006, wedang uwuh mulai muncul sebagai minuman lokal yang digemari. Terdiri dari jahe, kayu secang, daun kayu manis, daun pala, dan daun cengkeh, minuman ini tak sekadar hangat namun juga menawarkan banyak manfaat kesehatan.
Retnosyari mengamati, wedang uwuh yang terbuat dari bahan segar tidak akan tahan lama. "Orang luar negeri tidak bisa bawa. Sampai di rumah, malah bisa jadi penyakit karena sudah ada jamur, atau bahkan tunas," jelasnya.
Berbekal ilmu teknologi pangan, ia mengolah empon-empon dengan proses pengeringan sehingga tahan lama. Dalam kemasan-kemasan kecil, campuran empon-empon itu sudah siap seduh karena sudah dibersihkan dan hiegenis.
Selain itu, pengolahanmodern, hiegenis, dan tampilan kekinian tercatat juga menjadi strategiusaha jajanan pasar tradisional,Iki Koue. Dua orang dibaliknya, Karina Kumarga dan Laura Wiramihardja menetapkan standar tersebut agar jajanan tradisional, seperti kue ku, kue mangkuk ubi, risoles ragout, onde-onde wijen, getuk, hingga bubur kendil.
Melalui penetapan standar pengolahan, gaya berpromosi juga sangat modern, Iki Koue diketahui juga telah memasarkan jajanan tradisionalnya ini ke sosial media, khususnya Instagram. Alhasil melalui strategi ini banyak sekali menarik minat anak muda untuk mencicipinya.
"Senang sih, jadi banyak anak mudayang meminati produk makanan tradisional kita berkat promosi di Instagram. Baru membuka akun pada 2017, Iki Koue sudah memiliki followers lebih dari 5.500 orang. Mayoritas dari pelanggannya juga ternyata anak muda," tutup Karina. ima/R-1