Jika biasanya nasi liwet disajikan dengan sayur labu siam lengkap dengan suwiran ayam, telur rebus dan tak lupa kuah areh atau kumut, maka kini ada sajian berbeda nasi liwet.

Liwetan 17 provinsi merupakan salah satu menu baru yang dikreasikan oleh MDL Plaza Indonesia. Menu ini menjadi bagian dari menu MDL pada Indonesia Food and Art Festival yang di selenggarakan Plaza Indonesia hingga sebulan ke depan.

Indonesia Food and Art Festival sendiri merupakan festival kuliner pertama yang diselenggarakan Plaza Indonesia khusus untuk memperingati bulan kemerdekaan Indonesia.

Festival kuliner ini menghadirkan sejumlah kuliner-kuliner tradisional dari berbagai daerah di Indonesia yang disajikan di berbagai restoran-reatoran yang terlibat dalam festival ini. Salah satunya MDL restoran dengan menu liwetan 17 provinsi ini.

Pada dasarnya liwetan 17 provinsi merupakan sajian nasi liwet yakni berupa nasi gurih yang diolah bersama dengan santan lengkap dengan sejumlah bumbu rempah seperti umumnya.

Hanya saja, sajian liwetan ala MDL ini disajikan dengan lauk yang sangat beragam. Lengkap dari beragam menu khas berbagai daerah di Indonesia. Dari barat hingga ke timur.

"Intinya kami ingin mengenalkan masakan-masakan dari berbagai daerah di Indonesia dalam satu paket makanan lengkap. Jadi sekali makan, kita bisa menjelajah kuliner rasa dari berbagai daerah di Indonesia" kata Ricko Supriyono, Operation Manager dari MDL dalam acara pembukaan Indonesia Food and Art Festival di Plaza Indonesia, kamis ( 2/8).

Satu paket liwetan 17 provinsi ini, berisi nasi liwet lengkap dengan 17 menu lauk pendamping. Menu-menu pendamping ini diracik mewakili menu -menu tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Umumnya merupakan jenis lauk pauk.

Misalnya saja, ayam betutu khas Bali yang diolah otentik dengan cita rasa Balinya. Ada juga gado-gado yang mewakili kuliner khas Betawi atau olahan ikan bumbu belimbing yang sangat segar khas NTT. Menu lainnya adalah nasi taliwang khas NTB serta sejumlah menu lainnya termasuk potongan daging sapi yang dipanggang khas dari Medan.

Untuk pilihan nasi liwetannya, MDL menyedikan beberapa pilihan nasi. Ada nasi gurih yang dimasak dengan santan, nasi kuning atau bisa juga nasi lapola. "Silahkan pilih sesuai selera. Atau bisa juga dengan keempat nasi pilihan ini," tambah Ricko.

Nah untuk nasi lapola ini cukup unik. Chef Made dari MDL sengaja mengkreasikan nasi khas Maluku yang mulai jarang dinikmati ini. Bahkan di daerah asalnya sekalipun. "Biasanya indonesia timurkan pakainya papeda. Tapi mereka ada olahan nasi juga," kata Chef Made.

Nasi lapola merupakan nasi olahan khas Maluku. Nasi ini tidak menggunakan santan sebagaimana nasi liwet tapi menggunakan parutan kelapa yang dicampur bersama dengan kacang merah. Rasanya sangat gurih. Pas ditemani dengan beragam lauk pauk khas nusantara.

Untuk menikmati satu paket liwetan 17 provinsi ini, pengunjung harus membanyar sekitar 250 ribuan. Tapi satu paket liwetan 17 provinsi ini bisa dinikmati untuk empat orang.

Sebagaimana kuliner khas Indonesia, tak lengkap jika tampa sambal. Maka satu paket liwetan 17 provinsi ini juga dilengkapi dengan dua macam sambal yang akan membuat makan semakin berselera. Pilihan sambalnya adalah sambal matah dan juga sambal terasi. Selamat menikmati. nik‎/E-6

Mengenalkan Cita Rasa Nusantara

Tak hanya liwetan 17 Provinsi, sepanjang Agustus ini, Anda juga mencicipi beragam kuliner nusantara lainnya yang disajikan di gerai-gerai restoran di Plaza Indonesia.

"Dengan berlangsungnya cita rasa Indonesia ini, kami ingin memperkenalkan kembali pengunjung kami akan keberagamaan kuliner Indonesia yang tersedia di gerai-gerai outlet kami tentu dengan rasa dan penyajian yang berbeda," kata Zamri Mamat, General Manager Marketing and communication dari Plaza Indonesia.

Selain liwetan 17 provinsi, beragam kuliner lain seperti aneka nasi jenggo dari Kafe Betawi, sajian tujuh rupa rendang ala Sari Ratu atau nasi rawon US Short Ribs dari Bistro Baron atau aneka makanan khas manado yang disajikan dari Rempah Kita.

Selain mengenalkan cita rasa Indonesia, Indonesia Food and Art Festival ini juga akan dimeriahkan dengan sejumlah acara lain, seperti master class with Fernando Sibdu dan Petty Elliott serta Adhika Maxi. Master class cooking ini akan berlangsung 22 dan 25 Agustus mendatang. nik/E-6

Sajian Gurih yang Melegenda

Dalam atlas kuliner Nusantara, kita mengenal nasi liwet (sego liwet). Jika kita berkunjung ke kota Solo, kita akan menemukan di ruas-ruas jalan ibu-ibu paruh baya dengan balutan kebaya dan kain batik tengah meracik nasi gurih yang dimasak dengan santan kelapa (mirip nasi uduk), disajikan dengan sayur labu siam, suwiran ayam dan areh (sari santan kental).

Di atas meja berjajar sajian pelengkap, seperti potongan hati atau ampela ayam, tempe, tahu dan telur bacem. Tak ketinggalan kerupuk rambak (kerupuk dari kulit sapi) untuk menambah selera makan. Nasi liwet terkenal dengan teksturnya yang pulen dan rasanya yang gurih.

Rasa gurih ini muncul dari hasil rebusan nasi yang dimasak dengan cara dikaru (dituangi) dengan air santan kelapa. Keunikan lain dari nasi liwet juga terletak pada cara penyajiaannya yang menggunakan daun pisang sebagai pembungkus atau suru-nya (sendok).

Keberadaan nasi liwet kini sudah merambah di kota-kota sekitarnya, seperti Yogyakarta, Klaten, Boyolali atau Sragen. Bahkan, banyak restoran mewah di kota-kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya) yang menjadikan nasi lewet khas Solo ini sebagai menu utama.

Kuliner Asli Kaum Pribumi Nasi liwet adalah kuliner asli bikinan kaum pribumi. Sebagai "produk asli " pribumi, nasi liwet memiliki riwayat sejarah yang panjang. Zaman dulu, setiap bulan Mulud (Maulid), manusia Jawa rutin menggelar upacara Selametan (kenduri).

Upacara Selametan itu ditujukan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad saw dengan harapan mendapatkan berkah. Dalam sumber tradisi lisan, konon utusan Gusti Pangeran itu gemar menyantap nasi samin. Lantaran orang Jawa tidak bisa memasak nasi samin, maka mereka membuat nasi yang menyerupai nasi samin, yakni nasi liwet.

Jika kita baca Serat Centhini (1814-1823), nasi liwet dihadirkan ketika Pulau Jawa diguncang gempa bumi. Nasi liwet dihadirkan dengan sebaris doa yang dilantunkan untuk keselamatan.

Dalam naskah kono itu juga memuat kalimat: liwet anget ulam kang nggajih/ wus lumajeng ngarsi/ sadaya kemebul. Ada sebuah cerita, konon Paku Buwana IX (1861-1893) memborong nasi liwet untuk para pangrawit keraton. Ketika hendak pulang, para penabuh gamelan keraton disediakan makanan nasi liwet.

Para pangrawit diminta makan supaya istrinya nanti tidak repot menyiapkan sarapan (di rumah). Dari cerita ini, nasi liwet ternyata sejak dulu telah masuk ke dalam "lidah" komunitas kerajaan. Perjalanan wisata kuliner nasi liwet bergerak di dalam ruang yang berbeda dari masa ke masa, seperti halnya sejarah batik Lawean dan Kauman.

Nasi liwet sanggup bertarung di tengah arus kuliner beraroma modern. Kuliner lawas yang sederhana, sesederhana nasi liwet tidak kalah dengan kuliner yang dikemas mewah.

Nasi liwet menerabas batas dan sekat-sekat sosial: kaya-miskin, pribumi-nonpribumi, karyawan kantoran hingga tukang becak. Bila ada waktu luang, datang saja ke depan Hotel Novotel Solo di pagi hari. Tamu hotel dan pembeli yang bermobil tak ragu dan tanpa malu "mincuk" sambil lesehan di emperan toko demi mengecap hangat, gurih dan pulennya nasi liwet khas Kota Bengawan.

Nasi, Kaya Pesan dan Makna Makan nasi liwet tidak hanya mengenyangkan, tapi juga menyumbang ekspresi makna kultural Jawa. Nasi (bahasa Jawa: sego, sekul) sangat kaya pesan dan makna. Mardiwarsito dalam buku Peribahasa dan Saloko Bahasa Jawa (1980) menjelaskan beberapa pesan kultural tentang nasi (sego, sekul).

Merawat kuliner khas Nusantara seperti nasi liwet tanpa beralas piring dengan duduk lesehan sama sekali tidak melunturkan derajat dan harga diri kita sebagai sebuah bangsa. ‎ nik/berbagai sumber/E-6

Baca Juga: