Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir dalam RDP dengan Komisi VII bulan Januari lalu menerangkan Bio Farma sengaja mengembangkan sejumlah vaksin Covid-19 yang berbeda mengingat akan ada ketidakpastian keberhasilan riset selama keseluruhan proses berlangsung. Honesti menjelaskan pembuatan vaksin penuh risiko sehingga tidak baik untuk mengandalkan satu produk saja. Dengan begitu, apabila ada keterlambatan atau kegagalan pada salah satu formula, maka dapat digantikan dengan pengembangan formula yang lain.

"Untuk setiap tahapan itu pasti ada risiko kegagalannya. Pernah ada satu vaksin yang dikembangkan oleh pengembang di Jerman, pada saat selesai uji tahap tiga ternyata tidak memenuhi standar WHO dan harus mengulang dari awal," jelasnya.

Diketahui vaksin Covid-19 BUMN telah melaksanakan uji klinis fase 1 dan 2 terhadap Vaksin BUMN. Menurut Honesti, uji klinis fase 1 menunjukkan keamanan vaksin yang baik setelah disuntikkan kepada 175 orang dan tidak ada efek samping yang perlu dikhawatirkan. Vaksin tersebut ditargetkan akan mulai bisa digunakan masyarakat luas mulai Juli 2022. Vaksin dalam negeri yang dikembangkan oleh PT Bio Farma (Persero) bersama Baylor College of Medicine itu akan diproduksi sebanyak 20 juta dosis pada tahap pertama.

"Hanya muncul efek samping ringan berupa nyeri di sekitar titik suntikan," kata Honesti dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/5).

Sementara untuk uji klinis fase 2, Honesti menuturkan juga telah dilakukan dengan menyuntikkan vaksin BUMN kepada 360 orang. Jika hasilnya dianggap layak, pihaknya akan melakukan uji klinik fase 3 kepada 4.050 orang pada 7 Juni.

"Kita targetkan di akhir Juli 2022 kita sudah mendapatkan emergency use authorization (EUA) dari BPOM untuk dewasa dan orang tua," kata Honesti.

Setelahnya, Honesti menuturkan bahwa Bio Farma akan langsung melanjutkan tahapan uji kelayakan vaksin dengan mendapatkan Emergency Use Listing (EUL) dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Pihaknya pun menargetkan untuk dapat mengantongi EUL pada Oktober 2022.

"Dengan mendapat EUL dari WHO, kita bisa melakukan ekspor atau mendonasikan (Vaksin BUMN ini) ke negara-negara yang membutuhkan," ujarnya.

Vaksin BUMN sendiri menjadi salah satu vaksin Covid-19 buatan dalam negeri dari mulai hulu hingga hilir. Hal ini sesuai mandat Menteri BUMN, Erick Thohir untuk mendukung kemandirian Indonesia dalam memproduksi vaksin Covid-19, mengingat kebutuhan vaksin di Indonesia yang cukup besar. Bio Farma dalam keterangan tertulisnya menjelaskan setidaknya terdapat 208 juta penduduk Indonesia yang membutuhkan vaksin. Jumlah ini juga belum termasuk vaksin covid-19 untuk anak berusia 6 - 11 tahun.

Adapun vaksin BUMN menggunakan metode Subunit Protein Rekombinan atau protein Receptor Binding Domain (RDB). Vaksin tersebut diskenariokan menjadi vaksin dengan adjuvan alum untuk indikasi booster, atau sebagai vaksin primer yang merupakan pemberian dosis pertama dan kedua pada formula dengan novel adjuvan (alum + CpG). Untuk tujuan indikasi vaksin booster pada vaksin dengan adjuvant alum, akan dilakukan uji klinik sebagai vaksin booster paralel pada saat sudah diperoleh hasil interim uji klinik fase 3 sebagai vaksin primer.

Lebih lanjut Honesti menambahkan, pihaknya juga telah menyiapkan fasilitas produksi untuk membuat 100 juta dosis Vaksin BUMN pada 2022 dan akan meningkat setiap tahunnya. Namun, jumlah ini belum termasuk vaksin Covid-19 untuk anak usia 6 - 11 tahun yg baru saja dicanangkan oleh pemerintah.

"Pada tahun 2022, kami akan mempersiapkan sebanyak 100 juta dosis. Jumlah ini akan meningkat pada tahun 2023 sebanyak 120 juta dosis dan pada tahun 2024, kami akan mempersiapkan 200 juta dosis per tahun", ujar Honesti.

Selain dengan Baylor, Bio Farma juga menggandeng Eijkman yang merupakan lembaga penelitian pemerintah di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran. Keduanya bekerja sama dalam program vaksin Merah Putih. Pada kesempatan yang sama Honesti menjelaskan pihaknya sudah mengoptimalisasi seed atau bibit vaksin tersebut.

"Saat ini prosesnya adalah dilakukan pengujian imunogenisitas pada hewan yang sudah dilakukan oleh lembaga Eijkman dan prototipe imunogenik," ucap dia.

Sementara untuk tahapan uji klinis, Honesti mengatakan pihaknya masih menunggu konfirmasi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait tahap lanjutan pengembangan vaksin. Menurut dirinya, sejak Lembaga Eijkman dilebur ke BRIN mekanisme pengembangan vaksin Covid-19 harus melalui BRIN.

"Belum, itu kan di bawah BRIN. Kita tunggu aja dari Eijkman dan BRIN gimana," ungkap Honesti.

Baca Juga: