JAKARTA - Fokus pelaku pasar diperkirakan tertuju pada arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed. Menguatnya spekulasi pengetatan likuditas atau tapering off oleh The Fed berpotensi mendorong penguatan dollar AS terhadap mata uang lain, termasuk rupiah.

"Market lebih melihat arah ke depan seperti apa? Memang yang menjadi risiko adalah bagaimana arah kebijakan The Fed ke depan," kata Analis Pasar Uang Bank Mandiri Rully Arya di Jakarta, Selasa (8/6).

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa (8/6) sore, ditutup menguat didukung sentimen positif baik dari global maupun domestik. Rupiah ditutup menguat 12 poin atau 0,09 persen ke posisi 14.253 rupiah per dollar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.265 rupiah per dollar AS.

"Saya melihat memang kondisi cukup kondusif bagi rupiah, di mana baik dari dalam maupun global menunjukkan perkembangan positif. Data inflasi di dalam negeri masih cukup stabil dan arus modal asing juga masuk baik di saham maupun SBN," kata Rully.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Mei 2021 sebesar 0,32 persen (mom) atau 1,67 persen (yoy) dipicu kenaikan permintaan masyarakat atas barang konsumsi pada periode Lebaran.

"Hal ini juga terkait dengan membaiknya risiko pasar. Sentimen risk-on masih berlanjut sejalan perbaikan ekonomi global, sehingga nilai tukar dollar cenderung menurun, ditunjukkan oleh penurunan indeks dollar kembali ke kisaran 89-90," ujar Rully.

Baca Juga: