Gunung Lumpur (mud volcano) di Oro-oro Kesongo secara geologis terjadi akibat karena ketika material seperti cairan dan gas dalam lapisan kulit bumi di bawah tanah keluar ke permukaan bumi akibat adanya tekanan luar biasa.

Gunung Lumpur (mud volcano) di Oro-oro Kesongo secarageologis terjadi akibat karena ketika material seperti cairan dan gas dalam lapisan kulit bumi di bawah tanah keluar ke permukaan bumi akibat adanya tekanan luar biasa. Tekanan kompresif dari patahan-patahan anjak tersebut memengaruhi kekuatan batuan di sekitarnya.

Getaran-getaran dan gempa-gempa yang merambat melalui patahan dan batuan, akan semakin memperbesar tekanan yang diterima oleh lapisan lumpur, menyebabkan semakin berkurangnya kekuatan geser antar butiran lumpur. Hal ini memaksa dan mendorong mereka untuk bergerak ke atas menuju tekanan yang lebih rendah.

Ahli geologi boleh memiliki penjelasan ilmiahnya tersendiri untuk menjelaskan fenomena alam tersebut. Namun masyarakat di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Bloramemiliki penjelasan sendiri berdasarkan cerita yang berkembang.

Dalam cerita lisan yang yang dikisahkan secara turun temurun, dikisahkan tentang Prabu Ajisaka yang menghukum anaknya, Jaka Linglung. Si anak tiba-tiba berubah wujud menjadi seekor naga. Sang naga mengatakan ia adalah Jaka Lingkung anak kandung Ajisaka. Namun tampaknya ia tak suka dengan klaim itu.

Langkah yang dilakukan mencoba menyingkirkan Jaka dengan halus. Kepada Jaka Lingkung, ia mengatakan akan mengakui sebagai anak, jika bisa membunuh bajul putih yang kerap menebar teror di pantai selatan.

Bajul putih ini diketahui merupakan penjelmaan dari Prabu Dewa Cengkar yang selama ini dikenal jahat. Tanpa pikir panjang jaka yang berwujud naga menyanggupi tantangan itu. Ia pergi ke pantai selatan dan berhasil membunuh bajul putih.

Sebagai bukti, Jaka membawa kepala bajul putih untuk diserahkan ke Ajisaka. Namun tampaknya Ajisaka tetap tidak mengakuinya. Ia kembali memberikan tantangan sebagai syarat untuk diakui sebagai anak kandung.

Ajisaka kembali memerintahkan Jaka Linglung untuk bertapa di tengah hutan dengan tidak diperbolehkan makan dan minum. Lagi-lagi, Jaka menuruti permintaan itu. Naga itu membuka lebar-lebar mulutnya menyerupai sebuah gua.

Pertapaannya selama bertahun-tahun dalam wujud naga membuat Jaka Linglung sudah tak dikenali lagi. Hal ini karena tubuhnya sudah dipenuhi lumut, semak belukar, dan tumbuhan merambat yang menutupi sekujur tubuhnya.

Pada suatu ketika terjadi hujan lebat disertai badai petir. Sepuluh anak desa yang kebetulan menggembala ternak di kawasan hutan kemudian berupaya mencari tempat berteduh. Mereka berlindung di gua yang tidak lain sebenarnya adalah mulut Jaka Linglung.

Diantara 10 anak itu satu diantaranya memiliki penyakit kulit. Kondisi ini membuat Sembilan orang lainnya merasa jijik. Mereka pun akhirnya sepakat mengusir si anak yang berpenyakitan ini keluar dari gua.

Setelah sang anak yang berpenyakit itu keluar, sembilan anak yang di dalam itu berbuat usil dengan membacok-bacokkan golok yang dibawanya ketika bermain ke dinding gua. Karena kesakitan, sang naga yang tidak lain adalah Jaka Linglung langsung menelan kesembilan anak ini.

Melihat mulut gua tertutup, si anak yang berpenyakitan itu kaget bukan main. Ia lalu berusaha meminta pertolongan kepada warga di sekitarnya. Keributan yang terjadi sampai telinga Prabu Ajisaka. Mendengar kisah itu Ajisaka murka kepada Jaka Linglung.

Karena merasa bersalah, ia masuk ke dalam perut bumi untuk melanjutkan pertapaannya. Seketika itu juga muncul fenomena ledakan lumpur di lokasi tersebut akibat ditelannya sembilan anak yang berteduh dari hujan dan badai.

Lantaran peristiwa semburan lumpur yang terjadi sebagai akibat hilangnya sembilan anakmaka tepat tersebut dinamakan Kesongo. Nama ini berasal dari kata songo yang dalam bahasa Jawa artinya sembilan, mewakili sembilan anak yang hilang. hay/I-1

Baca Juga: