» Intervensi pasar akan mubazir dan hanya menghabiskan cadangan devisa tanpa memberikan solusi yang efektif.

» Tindakan yang diperlukan saat ini adalah langkah yang lebih proaktif menaikkan suku bunga.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter harus mengambil langkah menaikkan suku bunga. Kebijakan menaikkan suku bunga acuan BI7days Reverse Repo Rate itu dinilai sebagai satu-satunya resep mujarab untuk mencegah rupiah tidak terdepresiasi lebih dalam lagi.

Sebab, tekanan terhadap rupiah saat ini merupakan kombinasi antara faktor eksternal dan internal, terutama inflasi barang-barang kebutuhan pokok.

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Selasa (2/4) dibuka melemah di tengah kenaikan inflasi domestik yang mengundang kekhawatiran pasar terhadap laju perekonomian dalam negeri.

Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, kepada Antara di Jakarta, mengatakan pada awal perdagangan Selasa pagi, rupiah merosot 67 poin atau 0,42 persen ke level 15.962 per dollar AS dari sebelumnya sebesar 15.895 per dollar AS.

"Data inflasi pada Maret secara tahunan (year on year/yoy) terlihat kembali naik. Inflasi yang meninggi bisa menurunkan daya beli masyarakat. Ini bisa mengundang kekhawatiran pasar terhadap laju perekonomian dalam negeri," kata Ariston.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi tahunan (year on year/yoy) pada Maret 2024 sebesar 3,05 persen atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 102,99 pada Maret 2023 menjadi 106,13 pada Maret 2024.

Ariston menuturkan kekhawatiran pasar juga ditambah dengan prospek inflasi tahun depan karena kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tarifnya akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen.

Dari eksternal, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh data PMI Manufaktur AS yang mengalami ekspansi.

"Rupiah masih berpotensi melemah terhadap dollar AS hari ini setelah data PMI Manufaktur AS versi ISM bulan Maret di luar dugaan menunjukkan ekspansi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang menunjukkan kontraksi," katanya.

PMI Manufaktur AS pada Maret 2024 tercatat sebesar 50,3, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 47,8. Terakhir kali PMI manufaktur AS versi ISM di level ekspansi adalah pada Oktober 2022.

Dengan hasil PMI yang mengejutkan itu, ekspektasi pasar soal pemangkasan suku bunga acuan AS datang lebih cepat, sehingga bisa menurun dan mendorong penguatan dollar AS kembali terhadap nilai tukar lainnya.

Indeks dollar AS pagi ini sudah bergerak di atas 105, yang pada perdagangan Senin (1/4) berada di kisaran 104.

Redam Pasar

Menanggapi depresiasi rupiah yang main dalam pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan otoritas moneter harus segera meredam kekhawatiran pasar dengan segera menaikkan suku bunga untuk menahan capital outflow yang terjadi.

"Pasar kan bergejolak karena penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang terjadi hari ini akibat kenaikan inflasi domestik yang mengundang kekhawatiran pasar terhadap laju perekonomian dalam negeri. Maka dari itu harus diredam, salah satunya dengan menaikkan suku bunga acuan, biar rupiah tidak tergerus makin dalam," papar Aditya.

Menurut Aditya, intervensi pasar hanya akan menjadi tindakan yang mubazir dan akan menghabiskan cadangan devisa tanpa memberikan solusi yang efektif dalam mengatasi masalah ini.

Dengan menaikkan suku bunga, BI dapat menarik minat investor untuk tetap menanamkan modalnya di Indonesia sehingga dapat mengurangi capital outflow yang terjadi. Selain itu, kenaikan inflasi juga dapat mempengaruhi daya beli masyarakat, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

"Tindakan yang diperlukan saat ini adalah langkah yang lebih proaktif, seperti menaikkan suku bunga agar dapat menjaga stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah," kata Aditya.

Sementara itu, Direktur eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengaku sepakat menaikkan suku bunga sebagai instrumen paling efektif untuk menahan capital outflow. "Kalau operasi pasar, hanya akan menguntungkan spekulator di pasar," kata Esther.

Kendati demikian, dampaknya ke sektor riil harus diantisipasi karena suku bunga kredit juga akan naik mengakibatkan investasi akan melambat.

Baca Juga: