Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 akan diadakan serentak pada 26 September 2020. Selain untuk memilih gubernur dan wali kota, pesta demokrasi ini diharapkan menjadi ajang pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat.

Tahun ini, kegiatan pilkada digelar di tengah pandemi Covid-19. Publik berharap pelaksanaannya jangan sampai memunculkan klaster baru penularan Covid-19. Selain itu, kampanye-kampanye pasangan calon (paslon) diharapkan tidak menjadi ajang eksploitasi atau penyalahgunaan anak.

Untuk mengupas terkait perlindungan anak dalam Pilkada 2020, Koran Jakarta mewawancarai Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar. Berikut petikan wawancaranya.

Upaya apa yang dilakukan Kemen PPPA dalam memastikan perlindungan anak dalam kegiatan-kegiatan Pilkada 2020 ini?

Kami bersama KPU, Bawaslu, dan KPAI telah menandatangani Surat Edaran Bersama tentang Pilkada Ramah Anak 2020. Semoga memenuhi harapan kita untuk melindungi anak Indonesia.

Surat edaran ini juga menjadi awal komitmen bersama agar anak mendapat perlindungan dari penyalahgunaan kegiatan politik yang dapat berdampak buruk pada tumbuh kembang anak. Jadi, setiap tahapan pemilih didesain ramah anak dan anak mendapat pendidikan yang tepat.

Seberapa jauh batasan anak terlibat dalam Pilkada ini?

Dalam Undang-Undang Pemilihan Gubernur dan Wali Kota, ditegaskan kampanye secara bertanggung jawab sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat. Pendidikan politik penting diperkenalkan kepada anak sebagai calon pemilih pemula, maupun anak yang sudah jadi pemilih pemula.

Meski begitu, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak juga ditegaskan setiap anak berhak mendapat perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Dalam pesta demokrasi ini kadang ada hal-hal yang dilupakan terutama melindungi sebagian orang yang terlibat dalam kegiatan ini.

Apa nilai positifnya?

Pilkada ini bisa menumbuhkan minat pemilih pemula, melaksanakan hak pilih, menumbuhkan kesadaran politik sejak dini. Dengan begitu, anak bisa mengetahui hak dan kewajiban politik sebagai warga negara. Lebih jauhnya, kita berharap bisa menyiapkan kader yang berkualitas dan tidak pernah punya pengalaman buruk dari kegiatan politik.

Seberapa banyak kasus penyalahgunaan atau eksploitasi anak dalam pilkada atau pemilu?

Pada 2019 lalu, ada beberapa hal yang ditemukan di antaranya 55 kasus penyalahgunaan anak pada kampanye, mungkin ada penambahan pula saat ini. Beberapa hal yang kita perhatikan adalah penggalangan massa, media kampanye, dan media online agar tidak berdampak pada hal-hal yang tidak diharapkan untuk anak-anak kita.

Karena ini melibatkan daerah, bagaimana kesiapan perlindungan ini di tingkat daerah?

Di tingkat daerah juga harus memikirkan komitmen bersama untuk mengantisipasi kalau seandainya ada yang melanggar dan memberi dampak buruk bagi anak. Bisa dibangun komitmen bersama antarpasangan calon dalam memberi layanan dan membentuk posko-posko perlindungan ketika proses ini berjalan.

Meski tidak harus mengikuti kampanye atau tidak ada satu institusi atau layanan diaktifasi, bisa di KPU, KPAI, Bawaslu di daerah masing-masing untuk memastikan jika ada sesuatu yang dihadapi anak bisa segera dilakukan penanganan yang memperhatikan kebutuhan dan hak anak. m aden ma'ruf/P-4

Baca Juga: