Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) pada Senin (13/2), melaporkan siswa perempuan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Amerika Serikat (AS), lebih berpotensi melakukan percobaan bunuh diri daripada siswa laki-laki.

Dalam laporan yang didasarkan pada survei terhadap lebih dari 17.500 siswa di 152 sekolah menengah AS, CDC menemukan adanya tren peningkatan kesedihan dan keputusasaan yang terus-menerus dialami para siswa. Sedikitnya 42 persen siswa SMA di AS merasa sangat sedih atau putus asa hampir setiap hari selama setidaknya dua minggu berturut-turut. Mereka yang mengalami perasaan seperti ini bahkan harus berhenti melakukan aktivitas yang biasa dilakukannya. Tak sedikit dari mereka yang bahkan pernah mengalami kesehatan mental yang buruk selama 30 hari terakhir. Setidaknya 29 persen siswa SMA di Negeri Paman SAM pernah bergelut dengan depresi sepanjang 2021.

CDC pun menyoroti lebih banyak siswa perempuan yang melaporkan kesedihan dan keputusasaan yang terus-menerus. Jumlah gadis remaja yang mengalami gangguan mental bahkan dua kali lebih banyak dari anak laki-laki seusia mereka. Jumlah siswi SMA yang mengatakan mereka terus-menerus sedih atau putus asa juga melonjak 21 persen selama periode 10 tahun dari 2011 hingga 2021. Jauh lebih tinggi dari peningkatan di kalangan remaja laki-laki dengan 8 persen, dari 21 persen ke angka 29 persen pada periode yang sama.

Temuan ini mengikuti peningkatan depresi dan bunuh diri selama bertahun-tahun di kalangan gadis remaja, yang telah menyebabkan beberapa orang membunyikan alarm tentang krisis kesehatan mental di kalangan remaja wanita di seluruh AS. Pada 2021, sebanyak Pada tahun 2021, 22 persen siswa SMA di seluruh Amerika secara serius mempertimbangkan untuk mencoba bunuh diri selama setahun terakhir. Sementara, 18 persen lainnya membuat rencana bunuh diri selama setahun terakhir. Pada kasus yang lebih parah, 10 persen siswa SMA di negara itu telah mencoba bunuh diri sedikitnya satu kali atau lebih selama setahun terakhir.

Dalam semua kategori itu, siswa perempuan dilaporkan CDC lebih mungkin untuk mempertimbangkan atau membuat rencana bunuh diri dibandingkan siswa laki-laki. Jumlah siswi yang merencanakan bunuh diri juga meningkat dua kali lipat menjadi 30 persen pada 2021 dari yang sebelumnya berada di angka 19 persen pada 2011. Siswa yang melakukan percobaan bunuh diri sepanjang 2021 juga didominasi oleh remaja perempuan, di mana 13 persen dari mereka telah mencoba bunuh diri.

Meski begitu, ada kemungkinan bahwa anak laki-laki tidak melaporkan atau mengungkapkan kesedihan dengan cara yang sama seperti yang dilakukan anak perempuan. Hal ini merujuk pada penelitian lain yang didanai CDC baru-baru ini yang menemukan bahwa banyak pria dewasa yang mengalami depresi klinis tidak pernah melaporkannya.

Selama pengarahan laporannya, CDC mengatakan peningkatan kesedihan dan keputusasaan di kalangan remaja disebabkan oleh jaringan faktor yang rumit, termasuk stresor sekolah, isolasi sosial yang dipicu oleh pandemi Covid-19, media sosial dan perubahan sifat tentang bagaimana orang berinteraksi satu sama lain.

Meningkatnya kesedihan dan keinginan bunuh diri yang dilaporkan CDC datang ketika lebih banyak remaja yang juga melaporkan kasus kekerasan seksual dan pemaksaan seks yang meresahkan. Penelitian telah menunjukkan bahwa kekerasan seksual dan pemaksaan seks berhubungan dengan beragam masalah kesehatan mental, serta penggunaan narkoba, dan masalah kesehatan fisik jangka panjang.

Kathleen Ethier, yang memimpin Divisi Kesehatan Remaja dan Kesehatan Sekolah CDC, melaporkan bahwa jumlah remaja perempuan yang melaporkan pernah dipaksa berhubungan seks secara konsisten berada di atas 10 persen sejak 2011 dna terus melonjak pada 2021. Data ini menunjukkan bahwa para remaja membutuhkan lebih banyak dukungan untuk mengatasi masalah mereka, dan berkembang. Pasalnya, kesehatan mental yang buruk dapat mengakibatkan hasil negatif yang serius bagi kesehatan dan perkembangan remaja, yang dapat bertahan hingga dewasa.

CDC lantas merekomendasikan beberapa upaya pencegahan dan intervensi berbasis bukti yang dapat digunakan guru dan mentor di sekolah untuk membantu meningkatkan kesehatan mental siswa. Banyak dari mereka berpusat pada menumbuhkan rasa keterhubungan untuk remaja di sekolah, serta lebih banyak dukungan dan otonomi dan pemberdayaan dalam pembelajaran.

Baca Juga: