HARGA sejumlah komoditas akhir-akhir ini terus meningkat di pasar-pasar Jakarta. Berbagai upaya terus dilakukan Pemprov Jakarta untuk menekannya. Sebab kenaikan terus-menurus harga-harga akan mempertinggi laju inflasi.

Sebentar lagi Natal dan Tahun Baru, tentu seperti tradisi harga-harga kebutuhan pokok bakal naik. Lalu bagaimana Pemprov DKI mengatasi kondisi tersebut, terutama untuk komoditas daging dan telur ayam yang cukup menonjol kenaikannya.

Pemprov Jakarta menargetkan harga pangan selalu terkendali agar tetap terjangkau warga. Maka sering diadakan operasi pasar untuk menurunkan harga komoditas tersebut. Menurut pedagang di pasar-pasar tradisional, kenaikan harga daging ayam dan telur karena harga dari sentra ternak ayam dan telur sudah naik.

Pasar Ciracas, Jakarta Timur, sebagai salah satu barometer Tim Pengendali Inflasi Daerah DKI Jakarta juga terjadi kenaikan harga. Harga daging ayam dari 45 ribu menjadi 50 ribu atau naik 10 persen, bulan lalu. Penyebab kenaikan harga telur dan daging ayam selain karena faktor musiman, derasnya permintaan akibat hari-hari besar keagamaan, ternyata juga dipengaruhi pakan ternak.

Jagung yang menjadi pakan ternak ayam masih harus didatangkan dari luar negeri. Hal ini harus dicarikan solusi untuk mewujudkan ketahanan pangan. Daging ayam dan telur sendiri menempati posisi teratas terhadap kebutuhan protein masyarakat selain didapat dari ikan serta domba/sapi sebagai pelengkap.

Seiring bertambahnya penduduk serta berbagai program perbaikan gizi, konsumsi daging ayam dan telur juga meningkat. Dengan demikian, kebutuhan pakan ternak juga akan naik.Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) menyebut penyebab naiknya harga pangan karena harga jagung yang meninggi.

Kenaikan pakan ternak didorong harga bahan pendukung impor yang tinggi. Kemarau panjang berkontribusi pula terhadap kenaikan harga jagung, bahan pokok pakan ternak.

Perlu Solusi

Dengan kondisi tersebut, maka naiknya harga jagung harus dicarikan solusinyaguna menopang terwujudnya ketahanan pangan nasional. Apa pun musimnya diharapkan tidak mempengaruhi harga pakan ternak sehingga stabil. Ini mengingat teknologinya sudah mendukung. Soal jagung sebagai pakanharus diselesaikan secara serius agar tidak menimbulkan gejolak di kalangan peternak.

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency (NFA) menugaskan Bulog untuk mengimpor 500 ribu ton jagung pakan guna mengatasi defisit produksi kuartal IV.Pemerintah mengimpor jagung pakan untuk membantu peternak mengatasi fluktuasi harga.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menjelaskan impor jagung pakan harus dilakukan secara cermat dan terukur untuk menjaga agar harga di tingkat petani tetap baik.
Berdasarkan neraca kumulatif tahunan, komoditas jagung mengalami surplus. Namun di kuartal IV, neraca komoditas jagung defisit.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, Jawa Timur masih menjadi provinsi penghasil jagung pakan terbesar. Data 2020 provinsi ini menghasilkan 5,73 ton jagung atau sekitar 21,5 persen dari total produksi jagung nasional.

Dengan demikian, optimalisasi melalui teknologi pertanian sangat penting untuk mendongkrak produksi jagung pakan yang dimulai dari Jawa Timur.Guna mendukung hal tersebut, produsen benih pertanian menyatakan komitmennya untuk melayani petani secara berkelanjutan.

Hal ini diwujudkan dengan melakukan kegiatan pengenalan teknologi dan inovasi pertanian tidak saja Jawa Timur sebagai sentra utama tetapi sampai ke Sumatera. Untuk mencapai sasaran pengenalan teknologi dan inovasi pertanian, perlu pendekatan melalui sekolah lapangan untuk petani.

Sekolah lapangan ini ditempatkan di salah satu sentra jagung nasional Jawa Timur untuk memberikan edukasi terhadap petani mengenai teknologi dan inovasi terkini dalam hal penanaman jagung pakan. Sekolah lapangan penting karena mayoritas peserta merupakan petani tradisional. Mereka belajar bertani padi, kacang, dan jagung termasuk jagung pakan secara turun temurun.

Kegiatan ini bertujuan membuka wawasan kepada petani karena banyak hal-hal baru yang bisa diaplikasikan agar produk pertanian bisa ditingkatkan. Sebagai contoh adanya benih atau varietas baru jagung yang memiliki ketahanan terhadap hama yakni penggerek batang dan juga herbisida glisofat.

Petani biasanya memakai obat gulma (herbisida) untuk memaksimalkan hasil pertanian namun berpengaruh terhadap kondisi tanaman yang menjadi layu dan kuning. Namun dengan varietas baru ini tanaman jagung memiliki ketahanan terhadap herbisida. Bahkan, kini ada juga tanaman jagung yang tahan terhadap hama ulat penggerek batang sehingga tidak perlu penyemprot hama sehingga bisa menghemat waktu dan biaya.

Dengan pengenalan teknologi baru ini diharapkan petani bisa mendukung Pemerintah mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan nasional khususnya untuk produk jagung dan turunannya.

Pengenalan terhadap teknologi dan inovasi baru ini memang harus berkesinambungan berbarengan dengan peningkatan kebutuhan daging ayam dan telur di masyarakat. Hal ini mengingat tidak semua petani bisa langsung berubah dengan teknologi baru tersebut.

Butuh pendekatan yang lebih lama untuk menunjukkan bahwa teknologi itu akan memberikan hasil yang berkali-kali lipat dibandingkan cara bertanam tradisional yang selama ini dijalankan.

Tujuan akhir dari pendekatan ini agar Indonesia tidak lagi bergantung pada jagung impor. Harapannya, petani, peternak, dan masyarakat semua senang, tidak ada yang dirugikan. Jika daerah penghasil daging dan telur melimpah, tentu harga di Jakarta juga akan terkendali. Sebab produsen daerah banyak mengirim produk dijual ke Jakarta, termasuk telur dan daging.

Baca Juga: