Realisasi akses air minum perpipaan oleh rumah tangga stagnan di angka 19,76 persen, jauh di bawah sejumlah negara di Asean, seperti Filipina 59 persen Thailand 71 persen, Malaysia 95 persen, dan Singapura 100.
JAKARTA - Capaian air minum perpipaan di Indonesia masih stagnan dan bahkan tergolong rendah di kawasan Asean. Indonesia, dengan populasi sekitar 280 juta jiwa, masih menghadapi tantangan akses air minum perpipaan, terlebih di tengah upaya mencapai cita-cita negara maju pada 2045.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Triono Junoasmono, mengatakan Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pembangunan infrastruktur untuk mendukung Visi Indonesia Emas 2045. Dengan diterbitkannya RPJPN 2025-2045, akses rumah tangga perkotaan terhadap air mium perpipaan ditargetkan tercapai 100 persen pada 2045, diikuti dengan target sanitasi aman sebesar 70 persen.
"Capaian rumah tangga dengan akses air minum perpipaan masih stagnan pada angka 19,76 persen, cukup rendah dibandingkan dengan negara Asean lainnya, seperti Filipina 59 persen Thailand 71 persen, Malaysia 95 persen, dan Singapura 100 persen,"ucap Triono dalam Indonesia Water, Sanitation, Hygiene (WASH) dan Water Resource Management (WRM) Investment Forum di Jakarta, pekan lalu.
Saat ini, menurut Triono, target 30 persen akses air minum perpipaan direncanakan akan dipenuhi melalui program 10 Juta Sambungan Rumah (SR). Namun hingga saat ini, estimasi capaian baru mencapai 4,46 juta SR dan menyisakan gap 5,54 juta SR.
"Di sisi lain, pada 2020-2024, kebutuhan investasi sebesar 123,4 triliun rupiah dibutuhkan untuk memenuhi target 10 juta SR tersebut, dengan proporsi APBN sebesar 77,9 triliun rupiah (63,4 persen), dan APBD sebesar 15,6 triliun rupiah (13 persen). Sehingga, terdapat kesenjangan pendanaan sebesar 29,9 triliun rupiah (24 persen) yang perlu dipenuhi melalui skema pembiayaan alternatif," ujar Triono.
Sementara pada sektor sanitasi, Indonesia baru mencapai 12 persen akses sanitasi aman, dari target 30 persen pada 2024. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan investasi sebesar 140,9 triliun rupiah, dengan proporsi APBN sebesar 73,5 triliun rupiah (52 persen) dan APBD sebesar 1,7 triliun rupiah (1,2 persen). Sehingga, terdapat kesenjangan pendanaan sebesar 65,7 triliun rupiah (46,6 persen) yang perlu dipenuhi melalui skema pembiayaan alternatif.
Seperti diketahui, Kementerian PUPR bersama United States Agency for International Development (USAID) menggelar acara Indonesia Water, Sanitation, Hygiene (WASH) dan Water Resource Management (WRM) Investment Forum di Jakarta, pekan lalu.
Forum ini mengundang sebanyak 300 orang peserta dari sektor swasta dan pemerintah yang memiliki fokus usaha dan kegiatan di sektor air minum, sanitasi, dan PSDA, dan penyediaan dana (financier).
"Melalui kemitraan erat dengan USAID IUWASH Tangguh, kami mendorong upaya peningkatan layanan air dan sanitasi di wilayah perkotaan yang rentan, sekaligus memperkuat ketahanan iklim dari layanan penting ini dan pengelolaan sumber daya air kita," kata Triono.
Jeff Cohen selaku Mission Director USAID Indonesia mengatakan, USAID Indonesia senang bisa berkolaborasi dengan Pemerintah Indonesia dan pihak swasta untuk mendorong pembiayaan inovatif dan investasi swasta yang berperan penting dalam mewujudkan peningkatan akses air minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan serta pengelolaan sumberdaya air yang berketahanan iklim.
"Mari bersama kita dukung upaya ini untuk masyarakat Indonesia yang lebih sehat dan tangguh," ujar Jeff Cohen - Mission Director USAID Indonesia.