Calon vaksin untuk virus korona sejauh ini mampu memicu reaksi kekebalan dan dinyatakan aman, meski belum menunjukkan efikasi atau kemampuan melindungi dari serangan virus. Masih butuh waktu lama sampai vaksin diproduksi.

Data terbaru terkait pandemi Covid-19 di dunia menurut WorldoMeter, hingga 6 Agustus 2020, penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 telah menginfeksi mapir 19 juta orang. Yang meninggal sebanyak 700 ribu lebih dan sembuh 12 juta lebih.

Untuk menghentikan pandemi langkah-langkah. Di antaranya vaksinasi dengan memasukkan virus untuk menimbulkan reaksi imunitas guna melawan virus korona.

Saat ini terdapat dua kandidat vaksin yang telah mencapai uji klinis tahap III. Satu dari University ofOxford, Inggris dan Sinovac dari CanSino Biologics China yang berbasis di Beijing, Tiongkok. Ada juga dua kandidat baru yaitu Gamaleya dan Vektor dari Rusia.

Menurut mahasiswa S3 jurusan Clinical Medicine di University of Oxford yang terlibat dalam pengujian vaksin Covid-19 di Oxford, Indra Rudiansyah, vaksin-vaksin telah melalui uji klinis tahap I dan II. Tingkat keamanantelah teruji. "Kalau bicara vaksin bisa menyebabkan kematian, studi ini sudah ada di awal-awal," ujar Indra yang tergabung dalam tim Jenner Institute Oxford Univesity.

Indra menuturkan, sampai kini baik dari Sinovac maupun Oxford atau Gamaleya dan Vektor, belum ada yang memberi data efikasi. Efikasi adalah kemampuan vaksin untuk memberi manfaat bagi individu yang diberi imunisasi perlindungan dari virus SARS-CoV-2.

"Dari semua studi, belum ada kandidat vaksin yang sudah memberi data efikasi. Semua baru berupa data keamanan dan imogenitas," ujar Sarjana Mikrobiologidan Master Bioteknologi dari Institut Teknologi Bandung ini.

Lalu kapan vaksin dari Oford selesai? Menurutnya, vaksin dari Oxford diperkirakan selesai September-Oktober 2020. Namun demikian, dikatakan, vaksin yang sudah selesai uji klinis tahap III, tidak langsung bisa diproduksi.

"Bukan berati akan langsung tersedia pada bulan itu juga karena harus dilakukan pengujian agar lolos produksi. Tapi, ini kriteria produksi, bukan kriteria uji klinis. Misalnya, tidak terkontaminasi, pH-nya sekian, kemasannya sekian, volumenya sekian. Itu uji produksi," tambah Indra yang berperan dalam melihat respons antibodi dari orang yang diberi vaksin dalam penelitian tersebut.

Masih Lama

Selain lolos uji produksi, vaksin juga harus lolos uji fisik dan distribusi. Dengan demikian, menurut Indra, vaksin virus korona dari Oxford yang ditunggu-tunggu diperkirakan tidak akan hadir dalam waktu dekat. Ia memperkirakan, paling cepat vaksin hadir pada akhir 2020 dan awal 2021.

"Tapi, meskipun kita punya target, apa pun bisa terjadi. Dalam uji klinis, semuanya dinamis. Ini sangat tergantung pada hasil analisis sampel yang banyak. Time frame-nya seperti itu," jelasnya.

Terkait uji klinis di Indonesia, menurut Indra, masyarakat harus mendukung. Sebab ini salah satu dukungan konkret bagi pengadaan vaksin tanah air. Masyarakat tidak perlu takut karena sudah ada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan melindungi relawan yang mendaftar dalam uji klinis.

"Uji klinis fase ketiga sudah aman, tapi buat masyarakat Indonesia perlu diuji lagi. Ini untuk mengetahui seberapa cocok buat orang Indonesia. Seperti apakah terjadi inflamasi. Apakah banyak orang demam. Itu yang perlu diketahui," urainya.

Sambil menunggu vaksin entah dari mana saja datangnya, Indra menyarankan, agar menyarakat tetap menaati protokol kesehatan: memakai masker, sering mencuci tangan, dan menjaga jarak aman.

Hasil uji klinis yang telah dipublikasikan bukan hanya membuat tenang. Tapi juga jangan sampai membuat lengah dan melupakan upaya pencegahan. Makanya, tetap menjaga diri sampai kita benar-benar mendapat vaksin. hay/G-1*

Baca Juga: