JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menyiapkan tiga strategi utama Pembangunan Rendah Karbon (PRK) sebagai bagian penting dalam menerapkan ekonomi hijau.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto, dalam keterangan tertulisnya baru-baru ini mengatakan strategi tersebut adalah kebijakan net zero emissions untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), stimulus hijau untuk pemulihan ekonomi dan implementasi PRK guna memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.

"Secara bersamaan, pemerintah akan menyusun kebijakan yang robust dan aplikatif agar upaya berbagai pihak dapat berjalan dalam koridor yang sama," kata Arifin.

Untuk mencapai target net zero emission pada 2060, Bappenas memperkirakan Indonesia butuh investasi sebesar 77 ribu triliun rupiah hingga 2060 atau lima kali lipat dari PDB Indonesia pada 2020.

Seiring dengan upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi, Indonesia juga tengah melakukan upaya membangun ketahanan iklim. Hal itu untuk meminimalkan kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dari bencana hidrometeorologi serta perubahan kondisi lingkungan akibat perubahan iklim. "Tentunya, transformasi ekonomi memerlukan dukungan regulasi, dukungan kelembagaan, dan kerangka pembiayaan yang memadai," katanya.

Sementara itu, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/ Bappenas, Medrilzam, menambahkan, implementasi net zero emission melalui PRK dapat didorong bersama dengan prinsip tidak ada yang tertinggal (no one left behind) dalam transisi yang lumayan panjang. "Tentunya mengarah ke ekonomi hijau yang tangguh dan inklusif, yang didukung kualitas lingkungan yang baik," Medrilzam.

Studi lembaga itu menyebutkan akibat dampak perubahan iklim, Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga 115 triliun rupiah pada 2024. Dengan penerapan intervensi kebijakan PRK dan Berketahanan Iklim sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024, potensi kehilangan ekonomi tersebut dapat turun hingga 50,4 persen menjadi 57 triliun rupiah pada 2024.

Sebagai informasi, PRK menekankan prioritas pada lima sektor, yaitu penanganan limbah dan ekonomi sirkular, pengembangan industri hijau, pembangunan energi berkelanjutan, rendah karbon laut dan pesisir, serta pemulihan lahan berkelanjutan.

Sementara pembangunan berketahanan iklim berfokus pada empat prioritas utama yang telah memiliki sebaran lokasi prioritas di seluruh Indonesia. Sebagai bagian dari implementasi PRK, Kementerian PPN/ Bappenas juga melakukan studi penerapan Ekonomi Sirkular dan studi Food Loss and Waste yang menunjukkan pendekatan tersebut menghasilkan peluang peningkatan PDB sebesar 593-638 triliun rupiah, penciptaan 4,4 juta lapangan kerja, pengurangan limbah sebesar 18-52 persen, serta penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton karbondioksida.

Peralihan ke EBT

Sementara itu, Pengamat ekonomi dari Universitas Brawijaya, Malang, Munawar Ismail, mengatakan selama masih mengandalkan energi fosil, emisi karbon akan tetap tinggi seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi.

"Untuk wilayah padat industri seperti di Pulau Jawa, emisi karbon akan meningkat mengikuti aktivitas industri yang ada. Jadi, selama sumber energinya masih menggunakan energi fosil maka akan sulit mencapai target karbon minimal," kata Munawar.

Untuk itu, peralihan ke energi baru terbarukan (EBT) perlu didorong agar tidak berpotensi merugi secara ekonomi.

Baca Juga: