JAKARTA - Kondisi buruh sejak awal 2020 sampai April 2021 mengalami situasi sangat menyedihkan akibat dampak pandemi Covid-19. Banyak buruh di-PHK karena perusahaan tempat bekerja mengalami kerugian tak kenal ampun.Ini menjadikan buruh sektor informal susah berkembang.

"Bagi buruh terkena PHK nasibnya sangat menyedihkan, sulit untuk melangsungkan hidup bersama anak istrinya. Apalagi rumah kos/kontrak atau kredit selama 15 tahun," kata Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto dalam siaran persnya yang diterima Koran Jakarta, Kamis (6/5).

Bagong mengatakan cicilan rumah dan bayar kontrakan tak boleh telat. Belum lagi harus membayar cicilan motor, cicilan barang elektronik, bayar biaya sekolah, uang jajan dan uang dapur setiap hari. Tabungan udah ludes. Dampak terburuknya, barang simpanan, sepeda motor atau lainnya dijual untuk mencukupi kebutuhan makan. Sang buruh makin pusing dan badannya semakin kurus kering.

Istilah kuli atau buruh, tambah Bagong, merupakan bagian dari sistem produksi konvensional maupun mekanik. Dalam konteks modern buruh digunakan untuk memproduksi barang secara massal dan pelayanan jasa modern. Buruh dijadikan aset produksi. Buruh harus setia mengabdi pada majikan, sang pemilik perusahaan.

Bagong pun mengutip apa yang disampaikan Presiden Joko Widdodo. Presiden mengakui, bahwa para buruh adalah asset besar bangsa yang turut andil dalam menggerakan ekonomi dan dunia usaha. Hal ini disampaikan Presiden Jokowi melalui akun media sosialnya dalam rangka menyambut Hari Buruh, yang dikutip sejumlah media ibukota.

Sebetulnya, tambah dia, buruh merupakan pahlawan keluarga. Pahlawan ekonomi daerah dan nasional. Buruh adalah salah satu kunci dan sub-sistem perputaran ekonomi. Berbagai barang sederhana hingga rumit dan mewah adalah buah kerja para buruh.

Sehingga para pengusaha dan negara/pemerintah harus memperhatikan nasib dan kesejahteraan para buruh. Taraf hidup keluargnya. Sayangnya, tambah Bagong, dalam konteks ini masih berlaku hukum besi. Nasib buruh akan berubah bila terjadi kondisi luar biasa, seperti besi yang dimasukan peleburan dengan panas lebih 1.000 derajat celsius.

Hukum besi kapitalisme, juga berlaku bagi majikan yang kejam; keuntungan meningkat karena mengeksploitasi pekerja. Caranya mempertahankan upah rendah, jam kerja meningkat, tidak memperhatikan jaminan kerja dan kesehatan.

Untuk mendapatkan upah layak, jaminan kesehatan, dan lain-lain terpaksa harus berdemo berteriak-teriak di sengatan matahari hampir setiap bulan, setidaknya setiap tahun sekali pada 1 Mei, dikenal May Day. Perjuangan buruh, tambah Bagong, sangat alamiah di seluruh dunia, yakni ingin memperbaiki kondisi kerja, memperpendek jam kerja, kenaikan upah, jaminan kesehatan.

Untuk menguatkan posisinya buruh membentuk serikat-serikat pekerja sejalan dengan perkembangan demokrasi dan penghargaan hak asasi manusia (HAM) di dunia internasional. Kekuatan buruh semakin kuat dan membangun tempat kerja yang aman, tidak diskriminatif dan berkeadilan. Terlibat dalam suatu serikat/organisasi merupakan hak yang paling dasar, kenyaman kerja. Buruh terus berjuang pantang menyerah, berjuang melalui berbagai pendekatan, channel dan strategi.

Ketika buruh berdemontrasi, tambah dia, protes menyuarakan hal-hal normatif dijaga dan dihalau ratusan, bahkan ribuan aparat kepolisian, TNI, Satpol PP, aparat Pemda lainnya. Timbullah bentrokan dan kekerasan. Buntutnya, sejumlah buruh ditangkap aparat. Resiko dari demo salah satunya penjara, jika tidak cidera tubuh.

Bagi kuli atau buruh yang bekerja di sektor formal, artinya pada perusahaan-perusahaan sedang dan besar memiliki garansi baik upah, tunjangan-tunjungan, jaminan kesehatan, seperti BPJS Ketenagakerjaan atau BPJS Kesehatan. Secara gaji mengikuti standar upah minimum regional (UMR). Untuk hidup sudah layak. Upahnya ada yang 4,8 juta rupiah dan ada yang lebih.

"Beberda jauh sekali dengan buruk di sektor informal, seperti para pemulung, buruh sortir atau lain yang mengabdi pada para bos di sektor persampahan. Standar upahnya tergolong rendah dan tidak jelas patokan hukumnya, tidak ada jaminan kesehatan dan tunjangan lain. Ketika terjadi kecelakaan kerja ditanggung sendiri, bos lepas tangan begitu saja. Ketika pandemic Covid-19 melanda Indonesia, kehidupan pemulung dan tukang sortir sampah kian mengenaskan," kata Bagong.

Baca Juga: