JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didesak mengevaluasi tarif bunga pinjaman online (pinjol) karena terlalu tinggi dan mencekik bahkan"mematikan" rakyat kecil. Bunga pinjaman online jauh lebih tinggi dari rentenir. Evaluasi tingkat bunga diperlukan karena peminjam banyak resah, mereka tidak mampu membayar pinjamannya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mendesak pemerintah untuk secepatnya mengevaluasi batasan bunga pinjol agar perusahaan pinjol tidak semau-maunya sendiri mematok bunga. "Jika tidak diatur akan banyak korban akibat pinjol. Bunganya harus dievaluasi, jangan terlalu tinggi seperti rentenir," tandas Esther.
Dia mengakui bahwa pinjol bisa memperluas akses kredit ke masyarakat, namun eksistensinya berbahaya karena bunganya terlalu tinggi sehingga banyak orang yang terjebak utang pinjol dan tidak bisa mengembalikan.
Agak Terlambat
Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan rencana regulasi range bunga OJK meskipun baik, namun agak terlambat. Apalagi, sisi buruknya tidak sedikit seperti bunga dan biaya tinggi, risiko keamanan, serta beberapa platform pinjaman online tidak bertanggung jawab.
"OJK membuat regulasi range bunga sebenarnya bagus, meskipun sedikit kalah start dengan laju perkembangan pinjol," kata Bambang.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono, mengatakan penetapan batas maksimal tingkat bunga pinjaman diperlukan untuk mencegah stigma negatif masyarakat terkait aspek fairness dari tingkat suku bunga yang dibebankan kepada borrower (peminjam).
Pengaturan juga dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan bagi borrower agar tidak dikenakan bunga dengan besaran yang tidak wajar. Berdasarkan hasil riset OJK pada 2021, manfaat ekonomi atau bunga pinjaman pinjol dapat ditetapkan pada kisaran 0,311-0,4 persen per hari, atau 9 persen sampai 12 persen per bulan atau di atas 100 persen per tahun.
"Berdasarkan hasil riset tersebut maka OJK akan menyiapkan peraturan lebih lanjut terkait perbedaan tingkat suku bunga untuk pendanaan produktif dan multiguna," katanya.
Sebelumnya juga diberitakan rasio kredit bermasalah perusahaan teknologi keuangan atau financial tecnology (fintech) peer to peer (P2P) lending melonjak dan mulai mengkhawatirkan.
Berdasarkan data OJK, outstanding pembiayaan yang disalurkan industri fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) memang terus meningkat. Posisi Mei 2023 total pembiayaannya sudah mencapai 51,46 triliun rupiah atau tumbuh 28,11 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
Namun demikian, Tingkat Wanprestasi (TWP) 90 juga naik menjadi 3,36 persen per Mei 2023 atau mencapai 1,72 triliun rupiah dari total pinjaman.