Pemerintah meyakini merger BUMN berekuitas negatif bisa mendorong value creation perusahaan pelat merah yang memiliki masalah keuangan.

JAKARTA - Pemerintah berencana menyiapkan sejumlah opsi salah satunya merger bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki permasalahan di antaranya terkait ekuitas negatif.

"Ini sedang dipetakan untuk kami pikirkan langkah strategis apa yang harus diambil, di antaranya kami akan melakukan merger," kata Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Meirijal Nur, dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (28/8).

Bahkan, lanjut dia, pemerintah juga menyiapkan opsi melakukan holdingisasi yakni dengan menyatukan berbagai usaha yang memiliki lini bisnis sama.

"Apabila kami gabungkan akan membantu sinergitas lebih baik dan memberikan potensi value creation lebih tinggi," imbuhnya.

Upaya mencari solusi terkait BUMN yang memiliki permasalahan keuangan itu, lanjut dia, sedang dibahas antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian BUMN. Saat ini, kata dia, sudah dibentuk tim bersama untuk melakukan restrukturisasi terhadap sejumlah BUMN tersebut.

Dari hasil pemetaan, lanjut dia, permasalahan yang dihadapi BUMN di antaranya ekuitas negatif termasuk beban utang yang harus mereka tanggung.

Ekuitas negatif adalah kondisi yang terjadi di mana perusahaan mengalami kerugian usaha secara terus menerus sehingga menggerus nilai ekuitas yang dimilikinya, serta utang yang lebih besar daripada aset.

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2019 yang sudah diaudit disebutkan berdasarkan laporan keuangan BUMN per 31 Desember 2019 berjumlah 99 BUMN, 10 di antaranya BUMN berekuitas negatif sehingga pencatatan penyertaan modal pemerintah sebesar 0 rupiah.

Adapun 10 BUMN yang berekuitas negatif sesuai laporan LKPP 2019 sudah diaudit itu yakni PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero). Kemudian, PT Asabri (Persero), PT Asuransi Jiwasraya, PT PANN, PT Iglas, PT Survei Udara Penas, PT Kertas Kraft Aceh, dan PT Merpati Nusantara Airlines.

Kucurkan PMN


Meirijal menambahkan Kemenkeu menargetkan PMN kepada lima BUMN yang masuk dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bisa cair pada September 2020 karena masih menunggu Peraturan Pemerintah rampung. Kelima BUMN tersebut meliputi Hutama Karya (HK) mendapat 7,5 triliun rupiah, Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) 6 triliun rupiah, Permodalan Nasional Madani (PNM) sebesar 1,5 triliun rupiah, Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) 500 miliar rupiah, dan PPA sebesar 5 triliun rupiah.

Total alokasi PMN untuk lima BUMN itu mencapai 20,5 triliun rupiah yang masuk dalam pos pembiayaan korporasi untuk biaya penanganan Covid-19 dan Program PEN yang mencapai total 695,2 triliun rupiah.

Menurut dia, PMN kepada lima BUMN itu masuk dalam investasi yang dipisahkan sehingga memerlukan Peraturan Pemerintah (PP).
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata menambahkan pemerintah mengucurkan PMN kepada BUMN itu karena korporasi pelat merah itu benar-benar terdampak pandemi Covid-19.

Dia mencontohkan ITDC yang terpukul akibat pandemi Covid-19 karena sektor pariwisata terdampak paling parah, namun BUMN ini memiliki kapasitas untuk melanjutkan pengembangan kawasan wisata di Mandalika, NTB. Begitu juga dengan BUMN HK yang terdampak pandemi tapi tetap melanjutkan pembangunan tol di Sumatera karena menyerap banyak tenaga kerja dan membangun ekonomi lokal.

"Kami selektif, tidak memberikan dana sembarangan kepada BUMN. Kami berikan ke BUMN yang betul-betul terdampak tapi di sisi lain memiliki kapasitas untuk mempercepat pemulihan kegiatan ekonomi," katanya.

mad/Ant/E-10

Baca Juga: