Makanya tidak mengejutkan jika bongkahan gunung es raksasa, lepas dari lapisan es di Benua Antartika.

Sudah lama kita merasakan bahwa bumi yang kita tempati ini semakin panas. Lihat saja, penyejuk udara (AC, air conditioner) yang tadinya menjadi konsumsi penduduk perkotaan di dataran rendah yang panas, kini tidak lagi didominasi mereka. Penduduk perdesaan di dataran tinggi atau lereng-lereng gunung yang tadinya tidak mengenal penyejuk ruangan, kini tidak jarang dijumpai AC di rumah mereka.

Hotel-hotel atau tempat penginapan zaman dulu di Bandung dan Malang (Jawa Timur) masih ada yang tidak menggunakan AC. Tapi kini, jangankan Bandung dan Malang, hotel-hotel baru di Lembang dan Kota Batu yang berada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) pun harus menyediakan AC kalau tak mau hotelnya melompong.

Begitu juga angkutan umum jarak jauh seperti bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), nyaris tidak ada lagi yang tidak menggunakan penyejuk ruangan. Bahkan, semua perjalanan kereta api, dari yang harganya di atas satu juta rupiah rute Jakarta-Surabaya hingga kelas ekonomi yang harganya 150 ribu rupiah, sudah menggunakan AC.

Dan memang tidak salah, suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 plus minus 0,18 derajat Celsius atau 1,33 plus minus 0,32 derajat Fahrenheit selama seratus tahun terakhir. Intergovemental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca karena aktivitas manusia.

Makanya, tidak terlalu mengejutkan jika bongkahan gunung es raksasa, mungkin gunung es terbesar di dunia, lepas dari lapisan es di Benua Antartika, Rabu (19/5). Bongkahan gunung es yang bernama A-76 tersebut mengapung di Laut Weddell.

Lepasnya bongkahan gunung es A-76 tersebut terdeteksi melalui citra satelit. Bentuknya mirip Manhattan, New York, AS, tetapi jauh lebih luas. Luasnya 4.320 km persegi, sedikit lebih luas dari Pulau Madura (4.250 km2) atau Pulau Malorca (3.700 km2) di Spanyol.

National Snow and Ice Data Center (NSIDC) mengatakan Antartika yang lebih cepat memanas dibanding dari bagian bumi lainnya, menampung banyak air beku yang bisa menaikkan permukaan air laut global hingga 200 kaki atau sekitar 60 meter. Itu artinya, setiap mencairnya gunung es akan berpotensi meningkatkan permukaan air laut dan bisa mengakibatkan bencana. Suatu studi menyebutkan, meningkatnya permukaan air laut bisa membanjiri wilayah pesisir yang dihuni oleh 480 juta jiwa.

Makanya sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga planet bumi ini tetap nyaman dihuni. Selain perjanjian dan kesepakatan yang sudah kita ratifikasi kita jalankan, antisipasi yang bisa kita lakukan adalah senantiasa menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan atau berkesinambungan yang berwawasan lingkungan hidup. Penerapan ini menuntut peran serta semua warga negara, bukan dibebankan kepada pemerintah saja.

Peran nyata warga negara untuk mengatasi peningkatan suhu di planet bumi, di antaranya kurangi menggunakan kendaraan pribadi, terutama yang berbahan bakar fosil dan beralih ke angkutan umum. Selain menghemat, juga untuk mengurangi polusi udara. Kemudian, memperbanyak penggunaan energi alternatif seperti memanfaatkan sinar matahari yang sepanjang tahun bersinar lebih dari 12 jam di wilayah Indonesia.

Baca Juga: