Meski secara prosedur benar, tetapi jika itu mencederai rasa keadilan, tidak ada salahnya meminta maaf. Pernyataan maaf ke publik kelihatannya sepele, tetapi ini dampaknya sangat luar biasa.

Setelah mendapat kritik bertubi-tubi selama beberapa hari, Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah akhirnya menyerahkan mobil dinasnya kepada Satgas Covid-19 Sumbar. Selain mobil dinas untuk gubernur, diserahkan pula mobil dinas yang seharusnya digunakan untuk Wakil Gubernur Audy Joinaldy.

Meski sangat-sangat terlambat, setelah dikritik bertubi-tubi oleh anggota DPRD, langkah Gubernur Sumbar ini harus diapresiasi. Setidaknya ia sadar bahwa pembelian mobil dinas baru di tengah pandemi, sangat tidak adil dan mengabaikan kepekaan sosial.

Banyak rakyatnya yang ekonominya susah karena pandemi. Ada yang penghasilannya menurun, ada pula yang kehilangan mata pencaharian. Di sisi lain pengeluaran bertambah karena harusmembeli suplemen supaya imun tetap terjaga, membayar biaya tes antigen atau PCR, dan juga membeli paket internet demi anak-anak bisa tetap sekolah.

Peristiwa inimenunjukkan berjalannya mekanisme kontrol darilegislatif. Anggota DPRD Sumbar dari Partai Demokrat, Novrizon lah yang paling gencar mengkritik.

Ia menganggap Gubernur tidak punya kepekaan atas nasib rakyatnya. Pengadaan mobil sama sekali bukan hal mendesak, tidak urgen, tak elok dan tak pantas. Alasan mobil yang lama rusak jelas terlalu mengada-ada, karena sangat yakingubernurpunya mobil pribadiyang bisa digunakan sementara.Rusak bukan tidakbisa jalan, aneh saja kalau setiap mobil rusak harus beli baru sebagai gantinya.

Kritik tak kalah pedas muncul dari politisi Partai Amanat Nasional.Daripada membeli mobil dinas baru, sebaiknya Gubernur membeli mobil ambulan yang saat ini sangat dibutuhkan warga. Di masa normal pun, ambulan pun akan tetap berguna bagi rakyat.

Selain menyerahkan mobil dinas gubernur dan wakil gubernur ke Satgas Covid-19,Mahyeldi pun meminta maaf kepada seluruh masyarakat Sumbar dan Indonesia. Sikap gubernur yang berani meminta maaf inilahyang harus dimiliki oleh setiap pemimpin di negeri ini, apapun tingkatannya.

Pernyataan maaf ke publik kelihatannyasepele, tetapi ini dampaknya sangat luar biasa. Dalam bekerja, melakukan kesalahan adalah hal lumrah. Namun setelah sadar jika itu salah lalumenghentikannya, meminta maaf, dan tidak mengulang kesalahan yang sama, itu adalah sikap ksatria.

Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan sudah membuktikannya. Pertengahan bulan lalu, Luhut dalam siaran langsung di televisi, meminta maaf kepada masyarakat Indonesia karena penanganan Covid-19 di Indonesia, khususnya selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat belum optimal dalam menekan laju pertumbuhan kasus baru Covid-19.

Masyarakat pun simpatik dan memuji Luhut yang berani meminta maaf meski tidak semua kesalahan berasal darinya.Masyarakat bisa menerima karena pemerintah telah bekerja sungguh-sungguh. Masyarakat sadar banyak negara yangpertumbuhan kasus baru Covid lebih buruk dari Indonesia meski itu bukan alasan untuk tidak meminta maaf karena banyak juga negara lain yang penambahan kasus barunya lebih baik dari Indonesia.

Dari kasus pembelian mobil dinas Gubernur Sumbar, kita banyak belajar tentangcara berkomunikasi kepada rakyat dengan baik. Meski secara prosedur benar, tetapi jika itu mencederai rasa keadilan, tidak ada salahnya meminta maaf.

Baca Juga: