JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang mengembangkan varietas padi yang mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi iklim ekstrem guna mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Varietas baru itu belum dilepas ke pasar, namun calon varietas sedang dilakukan pengujian.

"Saat ini dalam generasi ke-7 dan 8, sehingga diharapkan dua tahun ke depan bisa dilepas menjadi varietas baru," ujar Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN, Yudhistira Nugraha, saat dihubungi di Jakarta, Senin (28/8).

Kementerian Pertanian (sekarang sebagian pemulia bergabung dengan BRIN) sebetulnya telah melepas dan menyediakan varietas padi tahan kekeringan, di antaranya Inpari 38 tadah hujan, Inpari 39 tadah hujan, Cakrabuana, Padjadjaran, dan Inpari 42.

Seperti dikutip dari Antara, Yudhistira mengatakan keunggulan varietas padi yang saat ini sedang diuji tidak hanya tahan kekeringan, tetapi juga multitoleran terhadap cekaman lingkungan lainnya, seperti banjir dan salinitas.

BRIN saat ini masih melakukan konfirmasi toleransi kekeringan fase bibit. Selain di lahan persawahan, periset juga melakukan uji terhadap fase bibit kondisi terkontrol di rumah kaca.

"Kami menggabungkan gen dengan seleksi molekuler tidak hanya tahan kekeringan, tapi juga tahan salinitas dan kebanjiran. Pengujian fase generatif sedang dilakukan penelitiannya," kata dia.

BRIN baru menguji varietas padi adaptif iklim ekstrem itu di lahan sawah dataran rendah di sekitaran Jabar. Lahan uji itu dipilih karena mewakili kondisi lahan umumnya pada sentra-sentra produksi padi di Pulau Jawa.

Lahan Makin Sempit

Yudhistira mengungkapkan tantangan berat terkait penyediaan pangan di masa depan karena luas lahan yang bisa ditanami semakin sempit.

Menurutnya, sistem pertanian di Indonesia harus dikelola secara modern melalui penyediaan bibit atau varietas yang berkualitas dan teknologi budi daya yang lebih presisi, efisien, dan ramah lingkungan dapat diaplikasikan oleh para petani di Indonesia.

"Diversifikasi pangan juga perlu digalakkan dari sisi produksi melalui pergiliran komoditas tanaman pangan lainnya non-padi (sorgum, jagung, serealia lainnya dan kacang-kacangan)," kata dia.

Dari sisi sosial, katanya, perlu rekayasa sosial agar orang Indonesia mengurangi konsumsi beras dan beralih pada penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal.

"Sehingga pasokan pangan nasional tetap terjaga serta mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan," katanya.

Sebelumnya, Dinas Pertanian Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, melakukan uji coba teknologi "konabijin" atau serbuk besi dalam proses menanam padi sebagai upaya meningkatkan produksi padi di kota itu.

"Dengan keterbatasan lahan pertanian di Kota Mataram, penerapan teknologi pertanian diperlukan agar produksi bisa maksimal," kata Sekretaris Dinas Pertanian (Distan) Kota Mataram, Tri Utami.

Baca Juga: