JAKARTA - Sebagai upaya memperluas penyediaan layanan Jabodetabek Residence Connexion (JRC) dan Transjabodetabek, Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mempertemukan pengembang pemukiman, pengelola mall dan operator di Jabodetabek.

Pertemuan tersebut digelar dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Angkutan Umum Perkotaan Jabodetabek yang dilaksanakan di Jakarta, belum lama ini. Dalam sambutan pembukaan yang disampaikan Plt. Kepala BPTJ, Suharto, menjelaskan tujuan pelaksanaan rapat koordinasi kali ini adalah untuk memperkenalkan rencana pengembangan layanan JRC dan Transjabodetabek.

"Tidak hanya itu, kami juga perlu mendapat masukan penentuan titik naik turun penumpang JRC pada area pemukiman dan Transjabodetabek pada mall . Apakah didalam area pemukiman/pusat perbelanjaan, diluar atau dipinggiran," kata Suharto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/1).

Ia juga menambahkan Hal ini penting untuk mensinkronisasikan pengembangan layanan JRC pada 117 pemukiman yang sudah dipetakan oleh BPTJ untuk kurun waktu 3 tahun kedepan. Tentunya tidak semuanya selesai di 2024, maka kami susun ke dalam beberapa staging. Tahun 2024, kami akan fokus ke 40 kawasan, 2025 juga akan dikembangkan untuk 40 kawasan. Sisanya akan kami layani di 2026.

Suharto juga mengatakan bahwa apabila seluruh layanan JRC ditahun ini selesai maka tahapan berikutnya adalah mengintegrasikan layanan di Jakarta, tidak hanya fisik namun juga pembayaran dan sistemnya.

"Tahapan berikutnya, maka perlu adanya subsidi atau intervensi dari pemerintah, dan salah satunya melalui account based ticketing (ABT)", tambahnya.

Dari data tersebut terlihat jelas bahwa kendaraan pribadi masih mendominasi, sehingga wajar jika saat hari dan jam kerja jalanan di Jakarta menjadi padat. Konsekuensinya, polusi dan emisi kendaraan bermotor di Jakarta menjadi tinggi. Di Jabodetabek, potensi bangkitan ada di pusat pemukiman, mulai dari pemukiman sederhana hingga mewah.

Prioritas saat ini untuk meningkatkan target moda share 60% di tahun 2029 adalah memprogramkan kembali ke angkutan umum dan shifting kendaraan pribadi pada pemukiman yang dianggap potensial.

"Berdasarkan analisa BPTJ terdapat potensi layanan angkutan umum di Jabodetabek sebanyak 7,9 juta. Namun, saat ini baru 7,3 juta yang tercover dengan angkutan umum. Di DKI Jakarta sudah lebih dari 65%, sementara di luar Jakarta baru 5%", jelas Suharto.

Peran pengembang pemukiman, operator dan mall untuk penyediaan layanan transportasi di Jabodetabek menjadi penting. Dalam kesempatan tersebut, para pengembang dan operator menyatakan ketertarikannya untuk bersama-sama menyediakan layanan JRC. Onny Febriananto, operator Bus Alfaomega menyambut baik program ini.

"Kami apresiasi kepada BPTJ, dengan adanya pertemuan seperti ini kami optimis 117 pemukiman yang akan dikembangkan layanannya dapat memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum massal", pungkasnya.

Baca Juga: