JAKARTA - Kinerja ekspor dan impor Indonesia pada Januari 2020 mengalami penurunan. Nilai ekspor turun 7,16 persen menjadi 13,41 miliar dollar AS terhadap posisi Desember 2019 sebesar 14,45 miliar dollar AS. Sedangkan nilai impor turun 1,60 persen menjadi 14,28 miliar dollar AS dibandingkan Desember 2019 sebesar 14,59 miliar dollar AS.

"Dengan menggabungkan nilai ekspor dan impor, neraca perdagangan kita defisit sebesar 867 juta dollar AS," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto, di Jakarta, Senin (17/2).

Suhariyanto mengatakan eskpor pada Januari turun karena sektor migas dan nonmigas mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan Desember 2019. Ekspor migas turun sebesar 28,73 persen dan nonmigas juga turun sebesar 5,33 persen. "Ekspor migas pada Juni sebesar 0,81 miliar dollar AS dan nonmigas sebesar 12,61 miliar dollar AS," jelasnya.

Berdasarkan sektor, ekspor seluruh komponen secara month to month (mtm) hampir mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Sektor migas turun 0,81 miliar dollar AS atau 28,73 persen. Kemudian, industri pertanian dan industri pengolahan juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,30 miliar dollar AS dan 10,52 miliar dollar AS atau turun 20,24 persen dan 3,13 persen. Sementara itu, sektor pertambangan dan lainnya juga alami penurunan 14,14 persen dengan nilai ekspor 1,79 miliar dollar AS.

Adapun impor migas turun 6,85 persen dibanding Desember 2019, tetapi naik 19,95 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi 1,99 miliar dollar AS. Sedangkan impor nonmigas turun 0,69 persen dibandingkan Desember 2019 menjadi 12,29 miliar juta dollar AS. "Barang konsumsi menurun cukup drastis, terutama apel, jeruk mandarin, anggur," jelas Suhariyanto.

Sementara itu, impor bahan baku turun sebesar 7,45 persen dan impor barang modal turun 8,99 persen dibanding bulan sebelumnya.

Menurut Suhariyanto, penurunan impor bahan baku dikhawatirkan bila terus berlanjut sehingga memengaruhi kinerja industri manufaktur dan akan berimbas terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Industri manufaktur dalam negeri masih membutuhkan bahan baku dan barang modal impor. Khususnya, bahan baku yang belum ada substitusi di dalam negeri dan dibutuhkan oleh industri pengolahan," ujarnya.

Telat Merespons

Dihubungi terpisah, ekonom Indef Bhima Yudhistira, mengatakan pelebaran defisit perdagangan sudah mulai terasa karena gangguan pada ekspor dan impor cukup besar di awal tahun. Kondisinya semakin dipengaruhi oleh gejolak Covid-19 yang melanda mitra dagang utama Indonesia dan membuat pabrik di Tiongkok ditutup.

"Penutupan pabrik di Tiongkok mulai terasa dampaknya dan permasalahan utamanya adalah telatnya respons dari pemerintah dalam mengantisipasi dampak dari gejolak tersebut," katanya. uyo/AR-2

Baca Juga: