Pemerintah daerah harus campur tangan agar masyarakat dengan pinjaman kecil tersebut bisa beralih ke lembaga keuangan formal.
JAKARTA - DPR RI mendesak Bank Perekonomian Rakyat (BPR) milik pemerintah daerah (pemda) memberikan pinjaman berbunga rendah kepada masyarakat, terutama bagi UMKM yang ada di daerahnya. Sebab, banyak pinjaman ilegal yang mulai sporadis di kalangan masyarakat bawah dan menjerat dengan bunga tinggi. Dengan bunga rendah, UMKM tidak perlu lagi meminjam ke bank titil (bank keliling/ pinjaman ilegal).
"Terkait literasi perbankan di Blora (Jawa Tengah) ini kan tadi saya lihat ada BPR Blora Artha yang di bawah Pemkab. Mungkin untuk mengurangi bank titil saya kemarin melihat perkembangan yang luar biasa, ketika di Bojonegoro diterapkan adanya suku bunga yang rendah kepada masyarakat UMKM-UMKM kecil," ujar Anggota Komisi XI DPR RI, Farida Hidayati, saat menerima audiensi dari Pemkab Blora di DPR RI, Senayan, Jakarta peka lalu.
Legislator Dapil Jawa Timur IX itu juga mendorong agar pemda memberikan subsidi bunga kepada pinjaman yang diberikan oleh BPR kepada UMKM. Menurutnya, harus ada campur tangan pemerintah daerah agar masyarakat dengan pinjaman kecil tersebut bisa beralih ke lembaga keuangan formal.
"Tentunya saya pasti akan mendorong BPR yang miliknya daripada pemkab itu, saya dorong untuk memberikan subsidi bunga terhadap masyarakat. Kalau tadi disampaikan yang di Blora itu kan (bunganya) 0,09 persen, tapi kalau di Bojonegoro itu (bunganya) 0,03 persen, dan itu (BPR) memang efektif sekali untuk menekan adanya bank-bank yang ilegal. Jadi, itu yang saya dorong untuk subsidi bunga. Harus ada campur tangan pemkab," ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
Seperti diketahui, bank titil adalah terminologi yang ditujukan bagi "bank keliling" di wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Di kawasan Solo dan Yogyakarta dikenal pula dengan istilah bank plecit, sedangkan di kawasan Jawa Barat disebut dengan bank emok.
Bank keliling sendiri merujuk pada jasa pembiayaan informal yang menyasar masyarakat menengah ke bawah dan bukan bagian dari lembaga keuangan yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Disebut sebagai "bank keliling" karena bisanya akan menyalurkan pinjaman atau menagih angsuran dengan cara berkeliling dari satu rumah ke rumah.
Kontribusi Besar
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Awan Santosa, berharap agar pemerintah dari pusat hingga pemda memberikan fleksibilitas atau keringanan terhadap UMKM.
"Kenapa perlu diberi keringanan karena kredit ke usaha mikro kecil memiliki dampak yang sangat signifikan bagi perekonomian nasional karena mereka adalah pelaku ekonomi mayoritas di Indonesia dan pangsa (PDB) produk domestik bruto lebih dari 50 persen," pungkas Awan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengatakan negara menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk memberikan subsidi bunga sehingga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa mengakses pembiayaan atau modal dengan suku bunga lebih rendah.
"Negara hadir dengan memberikan akses dari pembiayaan atau modal yang biasanya usaha kecil dan menengah susah kalaupun mereka dapat, biasanya suku bunganya tinggi sekali," kata Sri Mulyani di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Salah satu dukungan pemerintah bagi pembiayaan UMKM diwujudkan melalui skema subsidi bunga/marjin, seperti subsidi suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Dengan skema tersebut, pemerintah menanggung sebagian bunga yang ditanggung oleh debitur dalam bentuk subsidi bunga.