Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi harus mampu mengakuisisi teknologi maju dengan implementasi yang cepat dan mengembangkannya secara lebih baik. Diharapkan, Indonesia segera beranjak dari negara berbasis ekonomi SDA menjadi negara berbasis ekonomi pada produk inovasi.

Pada setiap jilid revolusi industri, negara-negara atau industri yang menguasai teknologi sudah bisa dipastikan bakal menjadi pemimpin.

Tak terkecuali dengan Revolusi Industri 4.0 yang mana terkenal dengan otomatisasi dan digitalisasi. Pada era ini, teknologi digital seperti artificial intellegence, internet of things, dan big data, menjadi teknologi yang sangat penting untuk dikuasai.

Indonesia sendiri terkenal dengan sumber daya alam yang melimpah. Jadi, sebuah ironi mengingat dengan SDA (sumber daya alam) tersebut Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain.

Harus diakui, Indonesia masih tertinggal dalam penguasaan teknologi. Indonesia harus mulai beranjak dari negara berbasis ekonomi SDA menjadi negara berbasis ekonomi pada produk inovasi. Produk inovasi tersebut harus mampu digunakan masyarakat sehingga bisa memberi nilai tambah pada sumber daya alam Indonesia yang melimpah.

Untuk mendalami terkait sejauh mana penguasaan teknologi di Tanah Air, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma'rup, mewawancarai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Hammam Riza, dalam beberapa kesempatan. Berikut petikan wawancaranya.

Apa saja tantangan yang dihadapi Indonesia dalam ekosistem inovasi dan teknologi?

Kalau kita bicara mengenai tantangan untuk melakukan penguatan ekosistem inovasi dan teknologi, komponen-komponen dari sebuah ekosistem triple helix yang tentu saja ini harus membentuk sebuah sinergi dan kolaborasi. Sinergi dan kolaborasi inilah yang mungkin menjadi tantangan.

Banyak produk inovasi teknologi yang berhenti pada saat kita ingin bergerak dari upaya perekayasaan, penelitian, kemudian telah melewati proses kliring teknologi. Kita sering jatuh di lembah kematian inovasi itu sendiri. Kita tidak mampu melaksanakan alih teknologi, melaksanakan difusi ilmu pengetahuan dan teknologinya atau melaksanakan link and match di dalam proses intermediasi kepada upaya komersialisasi ataupun scale-up yang kita harapkan.

Sering kita jumpai bahwa banyak ide-ide kreatif dan inovatif. Tapi, karena tidak didukung oleh ekosistem yang baik yang mana dia akan mengalami tantangan dan sumbatan baru untuk bisa dapat menjadi produk kebanggan dan digunakan dan dipakai.

Lalu, bagaimana seharusnya pola dari ekosistem inovasi dan teknologi tersebut?

Untuk mengatasi sumbatan tersebut ataupun jurang dan death valey daripada inovasi industri, seluruh kemampuan elemen di dalam upaya kita melaksanakan komersialisasi baik itu dari sisi pengguna yang memberikan tarikan kebutuhan ataupun demand pull terhadap sebuah inovasi. Itu sudah harus dari sejak awal kita perhitungkan dan kita ajak bersama di dalam membangun kemampuan kita melakukan produk inovasi Indonesia. Sehingga secara bisnis pun komersialisasi itu memang betul-betul sudah diperhitungkan dari sejak kita memulai ide kreatif.

Banyak pengalaman kita bahwa untuk industri itu haruslah dikuatkan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan (Litbangjirap)-nya dari sejak awal. Sehingga kita betul-betul bisa menghasilkan produk yang berhasil untuk dimanfaatkan dan dikomersialisasikan.

Presiden RI Joko Widodo pernah memberi arahan khusus kepada BPPT. Bisa dibagikan apa saja arahan tersebut dan bagaimana BPPT menyikapinya?

Kita diminta oleh Presiden Joko Widodo bahwa BPPT harus menjadi lembaga akuisisi teknologi maju dari mana pun dengan implementasi yang cepat. Ini memang semangatnya BPPT yang solid, smart, dan speed. Speed dalam melaksanakan reverse engineering dan kemudian mampu mengembangkan karena artinya inovasi itu sendiri adalah kita memiliki kebaruan.

Sebagai contoh kalau kita bicara di depan mata kita ada tantangan dan kita harus memiliki kemandirian serta daya saing di dalam mengembangkan drone untuk surveilance yang diharapkan dapat digunakan mengawasi seluruh kedaulatan NKRI, maka kita mengejar teknologi itu. Kita mengakuisisi teknologi yang sudah dikuasai oleh negara lain dan kemudian kita melakukan reverse engineering. Tidak sekadar mengambil lisensi, tetapi juga mampu mengembangkan dengan lebih baik, melalui proses-proses yang tertata rapi di dalam upaya kita mengejar hasil inovasi tersebut.

Menurut Bapak, apa persyaratan yang mesti ada dalam produk inovasi dalam konteks akuisisi tadi?

Jadi, produk inovasi hasil dari akuisisi itu gambarannya apakah lebih cepat lebih, lebih ekonomis, dan mampu diproduksi secara efisien. Inovasi itu menggerakkan kita dari efisiensi driven economy menjadi Innovation driven economy.

Akusisi teknologi ini yang sebenarnya sudah kerap dilaksanakan oleh BPPT dalam proses kliring teknologi, alih teknologi, intermediasi antara pengembang teknologi dan yang akan memproduksi teknologi tersebut. Produksi hasil-hasil daripada pemikiran inovasi dan reverse engineering itu sudah dari sejak awal memang kita BPPT kita harapkan akan menguatkan kemampuannya di dalam akuisisi.

Selain soal kemampuan akuisisi teknologi, apa mandat dari Presiden?

Selain tadi, ada harapan agar BPPT menjadi pusat kecerdasan teknologi Indonesia. Memang BPPT harus menjadi garda depan di dalam mengupayakan teknologi yang cerdas di dalam berbagai sektor. Jadi, kalau smart teknologi didukung oleh smart sumber daya manusianya yang memang kita sudah dilatih dan dididik untuk itu, kami mengharapkan orkestrasi litbangjirap itu justru sangat berperan di dalam upaya kita membangun keseluruhan teknologi cerdas bagi Indonesia.

Teknologi cerdas itu harus teknologi yang tepat guna, teknologi yang memberikan peningkatan nilai tambah, teknologi yang mampu mengatasi impor sekaligus meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Bukan sekadar hanya meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), tapi mampu menguasai dan menjamin keberhasilan penerapannya segera demikian.

Sebagai sebuah lembaga riset, apa saja fokus dari aktivitas BPPT?

BPPT memiliki delapan bidang fokus teknologi yang menjadi hasil dari redesign ini ingin menampung seluruh demand full aspirasi terkait dengan produk. Kami harapkan ini akan memperkuat seluruh rincian output ataupun hasil hasil yang diharapkan di dalam kita membangun ekosistem inovasi Indonesia.

Kedelapan bidang fokus teknologi itu bukan sekadar judul ya, tetapi merupakan redesign dari program BPPT yang harus bisa dihasilkan rincian output-nya di tahun 2021. Kedelapan bidang fokus tersebut yaitu teknologi kebencanaan, rekayasa keteknikan, kemaritiman, transportasi, kesehatan dan pangan, energi, pertahanan dan keamanan, serta teknologi informasi dan elektronika.

Adapun BPPT sebagai lembaga pengkajian dan penerapan teknologi, sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sinas Iptek), mempunyai tujuh peran strategis, yaitu: perekayasaan, audit teknologi, kliring teknologi, alih teknologi, intermediasi teknologi, difusi iptek, dan komersialisasi teknologi. Melalui ketujuh peran tersebut, BPPT meyakini dapat membawa Indonesia menjadi negara yang berjaya dan berdaya saing di masa depan dengan menumbuhkembangkan penguasaan serta pemanfaatan iptek.

Bisa dijelaskan beberapa produk inovasi dari delapan fokus bidang tadi?

Di tahun ini, kalau saya mulai dari mitigasi bencana yang paling terkini kita telah melaksanakan employment dari Indonesia Buoy Tsunami. Teknologi ini adalah generasi ke-3, yang sudah mengalami berbagai uji coba dari versi-versi sebelumnya. Permasalahan-permasalahan seperti vandalisme, kemudian location tracking serta fitur-fitur lainnya sudah di-update di dalam generasi 3.1.

Pada tahun ini, di bidang pertahanan dan keamanan drone Elang Hitam akan terbang perdana. Kami yakin bahwa itu dapat kita hasilkan di tahun 2021 ini.

Kemudian, secara khusus juga kita ingin melakukan replikasi terhadap garam industri sehingga beberapa pilot project yang sebelumnya sudah dikembangkan oleh BPPT akan menjadi proses dari scaling up, baik dari sisi detail engineering, desain, termasuk juga beberapa kegiatan lainnya.

Saya tidak lupa bawa perhatian kita terhadap energi baru dan terbarukan termasuk pembangkit listrik tenaga panas bumi, pembangkit listrik tenaga biogas dan biomassa. Ini akan menjadi bagian dari pada delapan bidang fokus teknologi yang akan kita deliver di tahun 2021 ini.

Untuk bidang pangan, kami mengupayakan menghasilkan produk inovasi, salah satunya untuk mencegah stunting. Selain itu, upaya-upaya untuk melaksanakan smart farming di dalam aspek yang dijadikan sebagai bagian dari pada proyek strategis nasional.

Keterlibatan BPPT dalam kendaraan listrik seperti apa?

Beberapa kegiatan yang sudah kita posisikan di dalam delapan bidang teknologi ini juga termasuk upaya kita untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Secara khusus, kita ingin berperan kuat di dalam teknologi kendaraan bermotor listrik.

Dengan potensi yang luar biasa, bila kita bisa menggerakkan ekosistem inovasi di dalam KBLBB, ini tidak saja berbicara tentang fast charging station, tetapi juga baterai yang menjadi komponen utama. Bagaimana kita bisa mengedepankan hal tersebut secara khusus.

Sejauh mana keterlibatan BPPT dalam penguasaan artificial intelligence di Indonesia?

Untuk kecerdasan artifisial, maka strategi nasional kecerdasan artifisial sesuai dengan amanatnya juga adalah menuju kepada pusat inovasi kecerdasan artifisial. Ini adalah sebuah ekosistem inovasi untuk memungkinkan kolaborasi multi-stakeholder di dalam kita mengembangkan use cases ataupun aplikasi dari kecerdasan artifisial. Kita mengupayakan rancangan peraturan presiden untuk kolaborasi inovasi Indonesia di bidang kecerdasan artifisial.

Terhadap strategi nasional kecerdasan artifisial dengan harapan bahwa kita akan memberikan masukan untuk rancangan peraturan presiden tentang kolaborasi riset dan inovasi kecerdasan artifisial. Ini akan menguatkan juga upaya-upaya kita di dalam berbagai teknologi delapan bidang fokus yang memang menjadi harapan kita untuk dihasilkan di tahun 2021 ini.

Terkait Pusat Inovasi Kecerdasan artifisial itu seperti apa?

Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial (PIKA) merupakan wadah bagi semua unsur quad helix yaitu pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas dalam berkolaborasi pada riset dan inovasi kecerdasan artifisual dengan memaksimalkan seluruh sumber daya riset dan inovasi nasional. PIKA ini bersifat terbuka, partisipatif, berbasis nilai (value-based synergy), demand-driven, mandiri, serta memiliki tata kelola yang adaptif dan lincah.

Sebagai langkah awal pemanfaatan superkomputer adalah penggunaan kecerdasan artifisial di bidang kebencanaan. BPPT telah membangun sistem berbasiskan kecerdasan artifisial, yakni Peka Api dan Peka Tsunami untuk memprediksi potensi terjadinya tsunami pada saat ada gempa, serta memprediksi potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan agar bisa dilakukan langkah-langkah mitigasi. Kedua sistem yang dibangun tersebut sangat penting dalam mendukung pengambilan keputusan yang cepat dan akurat untuk meminimalisir dampak bencana, maupun untuk menghindari terjadinya bencana.

Lebih jauh lagi cara membawa Indonesia menjadi negara maju adalah dengan penguasaan teknologi berbasis kecerdasan buatan. Pasalnya, negara maju terlihat dari seberapa jauh negara tersebut menguasai teknologi kecerdasan buatan.

Indonesia sendiri masih memiliki beberapa tantangan untuk mengembangkan kecerdasan artifisial, seperti dari segi kesiapan regulasi yang mengatur etika penggunaan, kesiapan tenaga kerja, kesiapan infrastruktur dan data pendukung pemodelan, serta kesiapan industri dan sektor publik dalam mengadopsi inovasi kecerdaaan artifisial. Untuk itu, Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial yang diinisiasi BPPT ini diharapkan bisa menjadi wadah dalam mengakselerasi pemanfaatan kecerdasan artifisial di Indonesia, serta memberikan manfaatnya bagi masyarakat luas dan mendukung pertumbuhan ekonomi untuk kesejahteraan bangsa.

Dalam situasi pandemi Covid-19, produk inovasi jadi salah satu tumpuan penanganan. Bagaimana keterlibatan BPPT?

BPPT membentuk Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk penanganan Covid-19 (TFRIC-19). Ini telah menorehkan beberapa capaian dam aksi-aksi tersebut bisa diharmonisasikan dengan baik menjadi sebuah ekosistem inovasi teknologi.

Pandemi Covid-19 belum berakhir, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 pun masih menunjukkan peningkatan, upaya-upaya untuk melandaikan kurva dan menangani pasien terus dilakukan. Langkah-langkah tracing, detecting, isolating, dan treating masih perlu mendapatkan perhatian serius.

Ini merupakan tantangan bagi TFRIC-19 untuk terus berkaya dengan memosisikan aksi-aksi lanjutan secara tepat dan cerdas. Perjalanannya sampai saat ini telah memberikan pengalaman yang luar biasa, akan tetapi tantangan kedepan semakin komplek.

Apa yang akan dilakukan TFRIC-19 ke depannya?

Guna memperkaya gagasan dan menajamkan ide aksi-aksi TFRIC-19 ke depan, saya ingin ada tim kecil yang mencari dan menggodok rencana aksi tersebut. Seperti dengan mengajak para praktisi industri dan stakeholder lain diharapkan bisa dilakukan untuk mengawali langkah-langkah besar TFRIC-19 selanjutnya.

Ada lima aksi utama TFRIC-19 yang telah disepakati dan dilaksanakan dengan konsep sinergi dalam wadah ekosistem inovasi, yakni inovasi produk no-PCR, inovasi produk PCR tes kit, aplikasi AI untuk Covid-19, Whole Genome Sequencing dan pengembangan sarana prasaran kesehatan. Aksi TFRIC-19 ini diarahkan guna memperkuat penanganan Covid-19 melalui tracing, testing, dan treating. Secara garis besar tahapan inovasi TFRIC- 19 ini adalah untuk menghasilkan produk yang siap untuk dikomersialisasi. Mulai dari desain, prototipe, validasi, registrasi, produksi, dan distribusi

Terakhir, ada lagi yang ingin Bapak sampaikan?

Bapak Presiden mengharapkan BPPT harus berburu inovasi dan teknologi, baik yang siap diterapkan oleh industri maupun yang harus dikembangkan. Oleh karena itu, kita harus membuka diri kita bekerja sama bersinergi, berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan triple helix agar kita tidak egosentris di dalam mengembangkan inovasi ini.

Oleh karena itu, sesuai dengan arahan Presiden kita BPPT harus bisa menjadi lembaga yang extraordinary untuk membangun ekosistem inovasi ini. Ini harus bisa melaksanakan amanah yang diberikan kepada kita melalui UU Sinas Iptek.

Intinya adalah kita harus bisa bekerja sama untuk menguasai teknologi, mendayagunakan teknologi dan menjamin keberhasilan penerapannya. Kita bukan hanya sekadar membeli mesin atau pembelian teknologi, tetapi kita haruslah menguasai teknologi kunci untuk semua kegiatan.

Setiap kegiatan itu harus bermuara kepada innovation driven economy bukan berhenti di dalam pemulihan ekonomi, tetapi bagaimana menumbuhkan ekonomi itu untuk menjadikan Indonesia yang mandiri yang berdaya saing. Sesuai dengan harapan kita semua menjadikan Indonesia yang yang berjaya di 2045.

Riwayat Hidup*

Nama : Dr. Ir. Hammam Riza M.Sc, IPU

Tempat, tanggal lahir : Medan, Sumatra Utara, 8 Agustus 1962

Usia : 58 Tahun

Pendidikan:

  • Sarjana Teknik Elektro di ITB, Bandung (1986)
  • Master of Computer Science di University of Kentucky, AS (1991)
  • Doktor Teknik Elektro di ITB (1999)

Karier:

  • Dosen
  • Kepala Balai Jaringan informasi Ilmu Pengetahuan & Teknologi BPPT (2004-2010)
  • Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT (2010-2014)
  • Wakil Ketua IT - BPPT (2014-2018)
  • Wakil Ketua BPPT Bidang Pengembangan Teknologi Sumber Daya Alam (2018-2019)
  • Kepala BPPT (2019-sekarang)

*BERBAGAI SUMBER/LITBANG KORAN JAKARTA/AND

Baca Juga: