JAKARTA - Kebutuhan energi Indonesia terus meningkat hingga saat ini, namun penyediaannya masih didominasi energi fosil.

Di sisi lain Indonesia juga berkomitmen untuk turut berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2030 sebesar 29 persen yang diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) pada bulan November 2016.

Karena itu, pengembangan teknologi energi baru terbarukan (EBT) terus didorong sebagaimana amanat dari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melaksanakan beberapa program guna mengurangi karbon, yang berarti pula mengurangi pemanfaatan bahan bakar fosil, melalui beberapa strategi, di antaranya mandatori biodiesel, co-firing PLTU, pemanfaatan refuse derived fuel (RDF), biogas, penggantian diesel dengan pembangkit listrik energi terbarukan termasukan yang berbasis hayati, pemanfaatan nonlistrik/ nonbiofuel seperti briket, dan pengeringan hasil pertanian.

Untuk menjamin keberhasilan penerapan teknologi di atas, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengundang seluruh stakeholders berdiskusi serta berbagi peran dalam webinar Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, pengembangan EBT ini tidak bisa berjalan sendiri-sendiri melainkan harus dilaksanakan secara bersama-sama dengan melibatkan stakeholder terkait terutama yang terkait dengan pengelolaan energi yaitu PLN dan Pertamina dengan didukung oleh lembaga penyelenggara ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) nasional.

BPPT sebagai salah satu penyelenggara IPTEK memiliki peran melaksanakan perekayasaan, kliring teknologi, audit teknologi, alih teknologi, difusi teknologi, serta komersialisasi teknologi. Ketujuh peran ini merupakan amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019. Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU SISNAS IPTEK).

Hammam menyebut peran ekosistem teknologi di bidang energi akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia mencapai target pemanfaatan EBT, terlebih biaya pendirian infrastrukturnya memiliki tren menurun setiap tahunnya. "Karena itu, peluang ini harus dimanfaatkan dan memiliki potensi yang sangat besar jika dikelola secara maksimal," ucapnya.

Dirinya menyebut BPPT telah membangun beberapa pilot plant EBT dalam upaya pemenuhan energi bersih di Indonesia, di antaranya inovasi teknologi pembangkit listrik tenaga panas bumi skala kecil modular, bahan bakar nabati (BBN) B-50 dan green fuel DED uji roadshow B50, pembangkit listrik tenaga biogas, pilot plant fluid catalytic cracking 300L per hari, hingga pengembangan sistem charging kendaraan listrik beserta kajian baterainya.

Pilot plant serta kajian di bidang energi tersebut haruslah dibawa ke tingkat yang lebih besar, yaitu dalam skala industri. Hammam menilai diperlukan peran ekosistem teknologi untuk memperbesar lingkup penerima manfaat EBT, jangan sampai teknologi karya anak negeri ini tidak terdengar, yang mengakibatkan Indonesia harus mengambil opsi impor energi.

Hammam berharap dengan adanya Pekan Inovasi EBT dapat memberikan masukan, gagasan, dan strategi untuk mencapai target penggunaan energi baru terbarukan di Indonesia menuju net zero emission dengan harga energi yang terjangkau oleh masyarakat.

Baca Juga: