JAKARTA - Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) bersama stakeholder mengevaluasi mahalnya tarif kamar hotel di kawasan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Utama BPOLBF, Shana Fatina mengatakan pihaknya yang merupakan satuan tugas di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) akan memberikan penjelasan isu yang berkembang di kalangan wisatawan akhir ini terkait harga hotel yang mahal di Labuan Bajo. Dimana saat ini pihaknya tengah melakukan upaya evaluasi.

"Kami sedang terus berupaya untuk meningkatkan kualitas hotel yang ada di Labuan Bajo agar dapat memenuhi standar pelayanan sesuai dengan kelasnya," kata Shana dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/3).

Menanggapi berbagai isu yang berkembang termasuk perbandingan dengan kondisi di Bali dimana harga hotel di pulau dewata cenderung turun harga, namun di Labuan Bajo justru tetap stabil bahkan cenderung mahal, ia menjelaskan bahwa ada perbedaan standar biaya operasional antar-wilayah.

Menurut Shana, biaya operasional hotel di Labuan bajo memang lebih tinggi karena masih banyak produk atau material pendukung yang diambil atau harus didatangkan dari daerah lain.

"Kita mencoba membantu dengan program rantai pasok, membangun sentra-sentra supplier lokal sehingga mengurangi biaya produksi. Selain itu, peningkatan kualitas SDM juga akan dilakukan sehingga pengelolaan layanan bisa efektif dan efisien dengan hospitality yang tinggi," katanya.

Shana menambahkan, saat ini hal yang menjadi fokus BPOLBF adalah meningkatkan standar kualitas layanan dan fasilitas menjadi semakin baik agar wisatawan tidak kecewa dengan besaran spending yang dibelanjakan saat berkunjung ke Labuan Bajo.

"Standar yang digunakan adalah standar internasional, diharapkan agar hotel, kapal, dan restoran berlomba meningkatkan kualitan pelayanan mereka sesuai standar yang ada sehingga ada kepastian standar layanan dengan dunia pariwisata internasional," katanya.

Shana mengatakan ke depan Labuan Bajo masih memerlukan lebih banyak investor untuk masuk, termasuk karena sebagai destinasi pariwisata super prioritas, Labuan Bajo masih membutuhkan keberadaan lebih banyak hotel berbintang khususnya untuk kebutuhan MICE skala internasional dan acara kenegaraan.

Sementara itu, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Manggarai Barat, Silvester Wanggel mengatakan ada 100 lebih hotel tersebar di Labuan Bajo, jadi banyak pilihan bagi wisatawan, dari harga termurah sampai yang termahal, dari kelas homestay sampai kelas hotel bintang 5. Soal harga kamar, lanjutnya masing-masing hotel punya Standar Operating Procedure (SOP) dan saat sepi seperti sekarang jelas banyak hotel memberikan discount besar-besaran.

Hal senada juga diungkap Ketua ASITA Manggarai, Evodius Gonsomer. Menurutnya memang betul jika dibandingkan dengan hotel jenis yang sama ditempat lain di Labuan Bajo tergolong cukup mahal, tapi ide untuk buat harga standar hotel tidak memungkinkan, karena setiap hotel berhak untuk menentukan harga jualnya dan pengguna diberi hak untuk memilih hotel yang sesuai dengan kemampuannya.

Baca Juga: