Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dinilai perbolehkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi prajurit TNI demi kebijakan politis.

Achmad Nur Hidayat, Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute menilai kebijakan berani Jenderal Andika itu sebagai langkah politis Andika untuk menjaring suara puluhan juta keturunan PKI dalam ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.

"Terasa ada suasana seperti soft campaign yang ingin dilakukan oleh Andika. Terasa kental muatan politisnya," ujar Achmad dalam keterangannya.

Achmad menuturkan, dengan menghilangkan kebijakan diskriminasi terhadap keturunan PKI, Andika memiliki kesempatan untuk mengantongi suara dari 25 juta keturunan PKI di Indonesia.

Angka statistik keturunan PKI di Indonesia sekitar 25 juta orang. Jika Andika ikut dalam konstelasi Pemilu untuk dipilih, maka dia bisa mempunyai peluang dipilih oleh sekitar 25 juta orang," lanjut Achmad.

Menurut Achmad, memasukkan keturunan PKI ke dalam struktur militer Indonesia belum tepat untuk dilakukan saat ini. Lebih lanjut dirinya menyarankan agar negara terlebih dahulu memperkerjakan para keturunan PKI sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Musti di uji coba dulu untuk melihat keturunan PKI ini tidak membawa dendam dan tidak ada lagi muatan untuk infiltrasi ke berbagai organisasi. Jika sudah di screening dengan baik maka baru diperbolehkan mereka daftar menjadi anggota TNI," lanjut Achmad menjelaskan.

Akibat keputusan Andika membolehkan keturunan PKI menjadi anggota PKI, dirinya sempat disudutkan lewat spanduk dan menerima ancaman pemakzulan.

Spanduk tersebut sempat terpasang di sejumlah titik di kawasan Jakarta Pusat sebelum akhirnya ditertibkan. Di kawasan Menteng, bahkan terpampang spanduk Andika yang dikaitkan dengan PKI.

Baca Juga: