CATATAN ARSWENDO

Bukan salah siapa-siapa, kalau saya diminta berbicara soal sepak bola dalam diskusi yang rada akbar-karena ada pejabat bola. Juga bukan sesuatu yang istimewa. Semua orang dianggap mengerti persoalan yang terjadi di dunia sepak bola, atau paling tidak bisa memberi komentar. Dan memang begitu adanya kalau mengikuti media sosial. Tanpa sengaja sekalipun banyak komentar mengenai sepak bola, pertandingan di Eropa dikomentari dari ujung ke ujung. Pemain bisa dikuliti, dipasang atau tidak, pelatih paling kenamaan pun bisa disuruh mundur.

PSSI, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, sudah melewati masa-masa itu. Kini pada masa putus asa. Ketua yang terpilih mengundurkan diri, penggantinya diduga terkena kasus pengaturan skor-kasus kotor yang menyangkut jual beli kepercayaan masyarakat. Tak ada yang lebih jahat dari itu. Dan yang terlibat bukan satu atau dua orang, melainkan, bahkan beramai-ramai untuk tidak mengatakan semua "makan kotoran busuk".

Menurut saya, saat ini kondisi terbaik. Terbaik untuk berbenah diri secara keseluruhan. Dimulai dari investigasi laporan soal "pengaturan skor pertandingan", ditindaklanjuti kerja kepolisian, beberapa nama yang berkibar kini jadi tersangka, atau tiarap. Dan tak terlalu mengejutkan kalau nama-nama itu yang ditangkap, karena sudah lama jadi bahan percakapan. Dan inilah bola, bola, dan bola. Semua bisa menjadi gosip. Semua bisa diduga, dan ada kalanya benar adanya.

Termasuk akan adanya Kongres Luar Biasa (KLB), sesuatu yang bisa berarti menggeser sebagian besar mereka yang masih menjabat sekarang ini. Dan dari sinilah, langkah-langkah bersih dilangkahkan, Dan terus dikawal, jangan sampai melenceng sedikit pun. Ibarat gelas yang terletak di meja, karena getaran tertentu bisa makin terpinggir. Harus segera dikembalikan ke tengah meja.

Supaya jangan dibiarkan dan akhinya jatuh. Getaran itu mulai dengan kepengurusan, pembayaran pemain, sampai dengan bagaimana pembeli tiket tak perlu antre panas-panas. Justru yag terakhir ini, hal kecil ini bisa untuk mendeteksi keberesan-atau ketidakberesan dalam sebuah organisasi.

Kan pembeli tiket pertandingan yang potensial, yang mendirikan fans club pendukung ditelantarkan. Dan sesungguhnya cara mengelola sepak bola sudah diajarkan ratusan (!) tahun lalu, dan terbuka untuk dipraktikkan, untuk belajar dari negara lain. Arti lain: tak ada rahasia, tak jampi-jampi yang dikuasai suatu negara. Bahkan untuk pemain kaliber dewa sekalipun, asal cocok harga, bisa main di sini. Juga pelatih yang paling kenamaan sekalipun.

Tapi, kenapa di negeri ini sepak bola berada di titik nadir dan memalukan-termasuk tawuran di lapangan, termasuk korban meninggal, seakan kutukan tak putus-putus? Banyak analisis yang mencoba menjelaskan secara rinci dan secara ilmiah, dan tekad memperbaiki. Namun mentok.

Sekarang? Sekarang saatnya bangkit, bersih, berprofesional. Karena sekarang ini era kebaikan menemukaan saatnya. Karena sekarang ini bisa dibuktikan bahkan kereta api bisa bagus, aman, lancar. Bahwa stasiun kereta pun pedagang kaki lima bisa terib. Juga pasar tradisional yang kumuh, bisa tersulap elok: sehat, menarik, dan murah.

Sekarang saatnya sepak bola mengikuti arus yang benar. Dengan orang-orang baru, dengan kesadaran penuh kita semua bisa maju, bisa baik, bisa menyelenggarakan pertandingan, bisa memberikan kebanggaan.

Ini alasan yang nyaman, dibandingkan kesulitan menemukan cara-cara untuk bangkit.

Baca Juga: