Bobbie Racette, pendiri dan CEO perusahaan layanan Virtual Gurus, pada awalnya tidak selalu memiliki gambaran jelas tentang bagaimana ceritanya akan terungkap. Ia tidak pernah membayangkan akan menjadi seorang pengusaha, tetapi itu ternyata menjadi salah satu bab terpenting dalam hidupnya. Sebelum memulai bisnisnya, Racette merasa tidak memiliki arah yang jelas dan hanya berpindah dari pekerjaan ke pekerjaan sambil mencari hal-hal yang berbeda untuk dilakukan. Pada tahun 2015, Racette bekerja sebagai teknisi keselamatan di industri minyak dan gas Calgary.
Dilansir dari Entrepreneur, ketika pemutusan hubungan kerja terjadi, ia kehilangan pekerjaannya dan berjuang untuk mendapatkan peran berikutnya. "Saya tidak bisa mendapatkan pekerjaan tidak peduli seberapa banyak resume yang saya kirimkan," kenangnya. Dia juga mengungkapkan bahwa sesi wawancara pada saat penerimaan karyawan baru juga tidak pernah ia dapatkan.
Racette tinggal di area konservatif dan mengungkapkan bahwa identitasnya sebagai pribumi yang memiliki tato, Racette berpikir mungkin hal tersebut yang telah menghambat pencariannya. Setelah melihat banyak posting tentang ekonomi gig freelancer, ia memutuskan untuk mencobanya sendiri. Ia membuat profil di Upwork dan menawarkan layanan sebagai asisten virtual. Namun, itu pun sulit. Sebagian besar pesaingnya berada di negara lain, sehingga ia harus mengajukan tawaran serendah dua dolar untuk mendapatkan pekerjaan di platform tersebut. Racette menyadari bahwa harus ada cara yang lebih baik.
Meskipun tidak mengetahui apapun tentang menjalankan bisnis, Racette bertekad untuk memulai usaha sendiri. Ia ingin membangun platform kerja gig yang menghubungkan asisten virtual dengan perusahaan yang membutuhkan bantuan untuk berbagai tugas, dari akuntansi hingga dukungan pelanggan, dan secara resmi meluncurkan Virtual Gurus pada tahun 2016. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk menyediakan peluang kerja berkualitas dari rumah bagi orang-orang dari komunitas yang terpinggirkan dan kurang terlayani.
Di hari-hari awal, ketika Virtual Gurus masih dikelola satu orang, kebutuhan pasar untuk platform tersebut jelas terlihat. Bisnis yang dimulai dengan modal hanya 300 dolar AS itu berhasil meraih pendapatan hingga 300.000 dolar AS pada tahun pertamanya. Pada tahun kedua, Racette masih belum merekrut karyawan pertamanya, dan meskipun terus menghasilkan uang, ia bekerja sepanjang waktu. Ia perlu mengumpulkan dana dan membentuk tim. Diperlukan 170 investor yang menolak untuk mengatakan tidak sebelum Racette mendapatkan satu investor pertamanya. Namun, bisnisnya berhasil mengamankan pendanaan putaran Seri A sebesar 8,4 juta dolar Kanada dan sejak itu telah tumbuh dengan valuasi lebih dari 50 juta dolar AS.
Karyawan pertamanya adalah seorang ibu rumah tangga, dan pada tahun 2020, ia telah memperluas timnya menjadi lebih dari 40 orang. Saat ini, Virtual Gurus telah memberikan pekerjaan bagi lebih dari 2.000 orang di Kanada dan AS, dan angka itu terus bertambah. "Bekerja dengan orang-orang Pribumi adalah impian saya. Kami bekerja untuk memasuki komunitas pribumi dan mencari mitra dengan pusat-pusat pekerjaan agar kami bisa membawa orang-orang pribumi ke pusat-pusat pekerjaan yang ada di komunitas tersebut dan menjaga mereka tetap berada di komunitas mereka. Karena itu sangat penting," ungkap Racette.
Racette mencatat bahwa Virtual Gurus memberikan komputer dan pelatihan bagi orang pribumi dan sedang membentuk kemitraan baru untuk memberdayakan dan mempekerjakan sekitar 5.000 pekerja pribumi pada akhir tahun 2026. Seperti kebanyakan pengusaha baru, Racette menghadapi banyak tantangan di sepanjang perjalanan, termasuk membangun teknologi Virtual Gurus saat perusahaan berkembang. Namun, belajar bagaimana menjadi pemimpin yang efektif bagi timnya terbukti menjadi salah satu hambatan terbesar, menurut Racette, kepemimpinan sangat sulit ketika kita belum benar-benar belajar.
Bertekad untuk menjadi pemimpin yang dibutuhkan perusahaannya, Racette mendaftar dalam kursus kepemimpinan melalui Universitas Harvard dan berkomitmen untuk meningkatkan dirinya setiap hari. "Siapa saya sekarang sebagai pemimpin sangat berbeda sepuluh kali lipat dari siapa saya dua tahun lalu," ungkap Racette. Namun, ia juga mengakui bahwa para pemimpin memiliki tanggung jawab untuk tumbuh setiap hari dan menginspirasi generasi pemimpin yang baik berikutnya. Racette percaya bahwa pemimpin bisnis memiliki kewajiban untuk membagikan cerita mereka sehingga generasi muda dapat melihat contoh positif yang memotivasi mereka untuk mengejar tujuan mereka sendiri.
Wanita dalam bisnis, terutama di bidang teknologi, telah terlalu lama didorong untuk tidak membagikan cerita mereka, kata Racette. Dalam perannya sebagai mentor bagi wanita muda, ia berusaha memutus siklus tersebut. Tidak ada yang perlu takut untuk meluncurkan bisnis mereka dan menjalani cerita mereka sendiri melalui itu, menurut Racette.
"Orang-orang akan memanfaatkan kewirausahaan sedikit lebih banyak sebagai obat pada saat itu. Karena kemudian, langit adalah batasnya, tidak ada yang menghalangi anda. Tidak ada yang dapat menghalangi jalan Anda. Tidak ada yang bisa membawa ketakutan karena anda sedang menjalani cerita anda sendiri" katanya.
Dengan keberanian dan tekad, Racette tidak hanya membangun sebuah perusahaan yang sukses, tetapi juga menciptakan peluang bagi orang-orang yang terpinggirkan. Virtual Gurus menjadi simbol harapan dan keberhasilan, membuktikan bahwa tantangan dapat diubah menjadi kesempatan yang menguntungkan. Racette terus mendorong generasi baru untuk percaya pada diri mereka sendiri dan mengejar impian mereka, tanpa rasa takut.