Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengharapkan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota memperkuat regulasi yang ramah perempuan dan anak.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga, mengatakan bahwa selain memperkuat regulasi, pemangku kebijakan memberikan porsi yang besar terhadap partisipasi perempuan dan tidak melulu terpaku pada budaya patriarki.

"Budaya patriarkis bisa diubah tergantung dari sejauh mana perempuan bisa melakukan pendekatan dalam mengikis budaya yang sangat tebal, asalkan ada kebijakan yang memberikan peluang dan kesempatan yang setara antara laki-laki dengan perempuan," kata dia saat berada di Denpasar, Bali, Minggu (27/11).

Dia mengatakan budaya patriarki yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia bukanlah hal yang tidak bisa diubah. Karena itu, peluang yang setara untuk perempuan berpartisipasi dalam proses politik tidak bisa dianggap sebagai kemustahilan.

"Tidak ada budaya yangg statis, tetapi budaya itu dinamis searah dengan perkembangan zaman. Karena itu, perempuan diharapkan aktif berpartisipasi," kata Bintang.

Menteri PPPA pun mengatakan sejak 2021, pihaknya telah berusaha dengan berbagai pihak lintas kementerian lembaga tokoh adat masyarakat mengembangkan strategi desa/kelurahan ramah anak. Dia mengakui bahwa mengusahakan hal tersebut bukanlah hal yang mudah, tetapi permasalahan yang sangat kompleks yang membutuhkan komitmen, sinergi, kebijakan yang strategis dimulai dari bawah.

"Kita mulai dari tingkat akar rumput bagaimana membangun kepedulian para pengambil kebijakan yang memperhatikan aspek keterlibatan perempuan dan anak," kata dia.

Bintang mengatakan sebenarnya perempuan adalah kekuatan bangsa yang luar biasa besarnya di Indonesia dimana dengan jumlah penduduk 270, 2 juta, 49, 6 persen itu adalah perempuan dan anak 31 persen. Karena itu, kata dia, berbicara tentang perempuan dan anak bagi kebijakan bukan suatu pilihan, tetapi suatu keharusan.

"Sama kalau kita bicara tentang energi bersih terhadap masalah krisis perubahan iklim pasti yang akan terdampak adalah perempuan dan anak karena itu perempuan dan anak bukan menjadi objek pembangunan tetapi perempuan dan anak menjadi subjek pembangunan," kata dia dalam talkshow kampanye penggunaan energi bersih di hadapan komunitas perempuan di Denpasar, Bali.

Selain itu, Bintang menyebutkan dari catatan Komnas Perempuan hampir 400 kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan. Hal tersebut, kata dia, menjadi tantangan tersendiri untuk mewujudkan amanat undang-undang yang menggariskan posisi yang sama antara laki-laki dan perempuan.

"Mudah-mudahan dengan tema perempuan berdaya, semua kebijakan-kebijakan pemimpin daerah tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, memberikan peluang dan kesempatan kepada perempuan bahwa tidak ada yang tidak mungkin dilakukan oleh perempuan asalkan diberikan kesempatan," kata Menteri PPPA. Ant/I-1

Baca Juga: