Hasil pertanian yang melimpah menjadikan masyarakat Mesopotamia memikirkan ketersediaan pangan yang tahan lama dan hal ini berkontribusi bagi peningkatan populasinya.

Di dunia kuno, Mesopotamia dan wilayah yang disebut Bulan Sabit yang subur (the Fertile Crescent), merupakan wilayah yang telah memiliki salah satu sistem pertanian terbaik. Mereka menanam, jenis biji-bijian utama yang digunakan untuk pertanian seperti barley, gandum, millet, dan emmer.

Di wilayah kerajaan Babilonia, Asiria, dan tanah Het, jelai adalah biji-bijian utama yang digunakan manusia. Tanaman ini cukup toleran terhadap garam saat pengairan di musim panas dengan air payau dilakukan di ladang pertanian.

Produk pertanian lainnya termasuk wijen (berasal dari kata Akkadia šamaššammu), yang dibudidayakan secara luas dan digunakan untuk membuat minyak. Minyak zaitun diproduksi di pegunungan. Rami digunakan untuk membuat kain linen. Kacang polong dibudidayakan di Mesopotamia, sedangkan lentil lebih disukai di Palestina.

Pohon ara, delima, apel, dan pistachio ditemukan di seluruh wilayah Bulan Sabit yang subur. Di desa-desa dan kota-kota di Mesopotamia selatan, rumpun pohon kurma biasa ditemukan, seringkali dengan sayuran seperti bawang merah, bawang putih, dan ketimun yang tumbuh di bawah naungan pohon palem.

Kurma yang dimakan dalam bentuk segar atau kering, menyediakan gula dan vitamin penting bagi masyarakat di sana. Kayu dari tumbuhan palem digunakan untuk menjadi barang kerajinan. Namun demikian meski terlihat kokoh, kayunya tidak cocok untuk konstruksi.

Ladang dikerjakan dengan bantuan lembu dan sekelompok pekerja, yang bertambah besar ketika tangan upahan ditambahkan ke tenaga kerja untuk panen di musim semi. Alat yang digunakan sederhana, antara lain sabit dengan bilah batu dan dayung untuk mengirik. Bajak kayu dibuktikan dari milenium keempat SM, dan bajak yang menaburkan benih ke tanah ditemukan pada milenium kedua SM.

Berdasarkan Almanak Petani Sumeria tertanggal 1700 SM, menunjukkan kawasan Mesopotamia sudah memahami rotasi tanaman dan meninggalkan ladang kosong untuk menjaga kesuburan tanah. Namun, praktik penggunaan pupuk kandang untuk menyuburkan tanah tampaknya belum diketahui.

Beberapa hasil pertanian yang berlebih kadang-kadang bahkan diekspor ke negara lain. Hasil panen ekonomi pertanian di Mesopotamia kuno kira-kira sebanding dengan apa yang dicapai petani tradisional Timur Tengah pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 M, sebelum munculnya praktik pertanian modern. Mesopotamia adalah rumah bagi salah satu sistem pertanian paling berlimpah di dunia kuno.

Masyarakat Mesopotamia sangat bergantung pada pertanian dan akses ke air. Awalnya, sebagian besar tanah dimiliki oleh istana dan kuil, tetapi pada abad ke-18 SM, sebagian besar tanah diprivatisasi. Satuan tanah terkecil adalah ilkum, yang disewakan oleh istana kepada keluarga petani kecil.

Meskipun secara hukum tidak dapat diwariskan, secara de facto, perjanjian sewa yang sama berlanjut selama beberapa generasi. Surplus pertanian sangat penting untuk penciptaan kota pertama dan masyarakat perkotaan.

Hanya ketika hasil panen petani melebihi kebutuhan subsistem mereka barulah mungkin untuk mempertahankan kebutuhan kota. Dalam masyarakat Mesopotamia, para penguasa sangat memperhatikan hasil panen karena stabilitas dan pasokan makanan adalah kunci untuk melegitimasi kekuasaan mereka.

Jaringan kanal besar dan saluran air direncanakan dan dikelola oleh negara untuk memastikan pasokan air ke rakyatnya. Kesinambungan politik sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi kawasan itu, karena setiap pemutusan tatanan dinasti dapat menyebabkan gangguan serius terhadap kegiatan pertanian serta perdagangan, terkadang dengan konsekuensi bencana bagi orang miskin.

Studi terbaru menunjukkan bahwa munculnya negara terpusat di Mesopotamia (dan di tempat lain di dunia) secara khusus bergantung pada kelimpahan biji-bijian sereal. Hasil panennya dikenakan pajak untuk kemudian diangkut, disimpan, dan didistribusikan kembali oleh pemerintah.

Berkat pertanian dan kelimpahan sereal, negara-kota besar dan kekaisaran Mesopotamia dapat bangkit. Bahan pangan yang cukup mendukung populasi perkotaan berskala besar. Surplus hasil panen dapat memberi makan populasi non-pertanian yang besar. Dalam pengertian itu, pertanian meletakkan dasar bagi peradaban. hay/I-1

Baca Juga: