WASHINGTON DC - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, telah menghentikan serangan dengan menggunakan pesawat nirawak (drone) di luar zona perang dimana pasukan AS tengah dikerahkan. Perintah itu telah membalik kebijakan yang diterapkan pendahulunya, mantan Presiden Donald Trump, yang telah memberi kebebasan pada militer AS untuk mengerahkan drone dalam serangan negara-negara seperti ke Somalia.

"Setiap rencana serangan drone terhadap kelompok-kelompok jihad di luar Afghanistan, Suriah atau Irak, harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Gedung Putih," kata juru bicara Pentagon, John Kirby, pada Senin (8/3).

Dalam paparannya, Kirby menjelaskan bahwa tindakan tersebut merupakan sebuah pedoman sementara yang dikeluarkan untuk memastikan bahwa presiden memiliki kejelasan penuh atas aksi signifikan yang diusulkan.

"Perintah itu tak dimaksudkan berlaku secara permanen dan tak berarti dihentikannya serangan," kata Kirby.

Pedoman Baru

Harian The New York Times menulis bahwa pedoman baru itu telah dengan diam-diam diedarkan pada para komandan militer usai Biden dilantik pada 20 Januari lalu, dan pedoman itu baru diungkapkan beberapa hari belakangan.

Sejak pertama kali menjabat sebagai Presiden AS pada 2016, Trump telah mengembalikan kendali yang diberlakukan oleh pendahulunya, Barack Obama, terkait dengan operasi militer bersenjata untuk melawan kelompok ekstremis jihadis, dengan mengatakan bahwa ia amat mempercayai para komandan militer di lapangan.

Sejak saat itu, serangan drone kerap terjadi dan serangan pesawat nirawak itu jadi satu-satunya bentuk operasi militer di beberapa negara di mana hanya segelintir pasukan khusus AS yang dikerahkan untuk mendukung pemerintah lokal, seperti dalam serangan di Somalia, di mana AS telah memerangi kelompok teroris al-Shebab, atau di Libya, di mana mereka menargetkan kelompok ISIS.

Walaupun militer AS menegaskan bahwa serangan drone hanya menargetkan militer lawan, namun sejumlah LSM mengatakan serangan itu kerap menyebabkan jatuhnya korban sipil dan itu mengakibatkan kemunduran atas keefektifan dalam memerangi ekstremisme.

Dalam laporan publik perdana tentang operasi militer AS di Somalia yang diterbitkan pada Februari, pejabat sementara inspektur jenderal Pentagon, Glenn Fine, mengingat bahwa bagian dari misi yang dilakukan oleh Komando AS di Afrika (Africom) adalah untuk memastikan bahwa pada 2021, kelompok teroris al-Shebab yang berafiliasi dengan ISIS di Somalia dan kelompok teroris lainnya, telah nyaris porak-poranda sehingga tidak lagi menyebabkan kerugian yang signifikan bagi kepentingan AS.

Walau begitu Fine juga mencatat bahwa meskipun serangan udara AS di Somalia dan bantuan AS kepada pasukan mitra Afrika terus berlanjut, potensi ancaman dari kelompok Al-Shebab bisa berkembang hingga mereka bisa menyerang ke wilayah AS. SB/AFP/I-1

Baca Juga: